BANDUNG,TM.ID: Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, secara tegas memaparkan konsep Sistem Pertahanan 5.0 dalam Debat Ketiga Pilpres yang diadakan KPU RI pada Minggu, (7/1/2023). Bersama pasangannya, Mahfud Md, mereka berkomitmen menjaga kedaulatan NKRI dengan memperkenalkan modernisasi pertahanan yang diberi nama Sakti (Perkasa dengan Keunggulan Teknologi).
Ganjar dalam debat ketiga pilpres menegaskan bahwa untuk mencapai tingkat pertahanan yang optimal, Indonesia perlu memasuki wilayah Sistem Pertahanan 5.0. Pandangan ini mengusung pemanfaatan teknologi canggih seperti rudal hipersonik, senjata siber, sensor kuantum, dan senjata otonom. Namun, bagaimana teknologi ini dapat memberikan keunggulan dalam pertahanan?
Rudal Hipersonik
Rudal hipersonik, menurut Konsorsium Non-Proliferasi dan Perlucutan Senjata Uni Eropa (EUNPDC), adalah senjata dengan kemampuan bermanuver di atmosfer dengan kecepatan suara di atas Mach 5.
Kecepatan rudal ini bisa mencapai 1,5 kilometer per detik atau lebih. Meskipun masih dalam tahap pengembangan, kecepatan dan jangkauan rudal hipersonik dapat memberikan keunggulan taktis signifikan.
Senjata Siber
Menurut Sekolah Pascasarjana Angkatan Laut Amerika Serikat (NPS), senjata siber merupakan perangkat lunak yang menyerang sistem komputer atau data. Kekuatan senjata siber terletak pada kemampuannya mengeksploitasi kelemahan perangkat lunak, seringkali tanpa meninggalkan jejak yang mudah terdeteksi. Penggunaan senjata siber dapat merusak sistem komunikasi, perintah dan kendali musuh, serta infrastruktur musuh.
BACA JUGA: Ancaman Siber Tahun 2023, Kaspersky: Rata-rata 411 Ribu File Berbahaya Terkirim Per Hari
Sensor Kuantum
Sensor kuantum, menurut United State Naval Institute (USNI) News, memanfaatkan prinsip fisika kuantum. Dewan Ilmu Pertahanan AS (DSB) menyebutkan bahwa penginderaan kuantum dapat meningkatkan kemampuan sistem militer, termasuk pilihan posisi, navigasi, dan pengaturan waktu alternatif. Kepekaan sensor kuantum terhadap gangguan lingkungan membuatnya ideal untuk mendeteksi struktur bawah tanah atau bahan nuklir.
Senjata Otonom
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mendefinisikan senjata otonom sebagai senjata yang memilih dan menerapkan kekuatan terhadap sasaran tanpa campur tangan manusia. Senjata ini beroperasi berdasarkan sensor dan perangkat lunak, memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat dan efisien dalam situasi yang dinamis.
Meskipun menimbulkan kekhawatiran, senjata otonom dapat kita gunakan untuk melawan sasaran militer yang jelas, dengan kerugian yang minimal terhadap warga sipil.
Ganjar Pranowo menekankan perlunya alokasi anggaran dari Kementerian Pertahanan sebesar 1-2 persen dari PDB. Anggaran ini mendukung pengembangan teknologi pertahanan yang canggih dan menjadikan Indonesia sebagai kekuatan militer yang tangguh di tingkat global.
(Kaje/Usk)