BANDUNG, SUAR MAHASISWA AWARD — Menjadi orang yang baik hati adalah salah satu kualitas yang paling dihargai dalam hubungan sosial. Kita diajarkan sejak kecil untuk membantu orang lain, menjaga perasaan, dan tidak egois. Namun, ada kalanya kebaikan hati ini berubah menjadi sesuatu yang tidak sehat — ketika seseorang selalu berkata ya, meskipun bertentangan dengan keinginannya sendiri, hanya demi menyenangkan orang lain. Inilah yang disebut dengan people pleasing.
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka adalah seorang people pleaser, karena perilaku ini seringkali tersamar sebagai sikap sopan, ramah, dan rela berkorban. Padahal, menjadi people pleaser bisa berdampak buruk pada kesehatan mental, harga diri, dan kualitas hidup kita. Lalu, bagaimana cara membedakan antara baik hati dan people pleasing? Dimana sebenarnya batasannya?
Menurut psikolog Susan Newman (2016), people pleasing adalah kecenderungan untuk selalu mendahulukan kebutuhan, keinginan, atau perasaan orang lain di atas kebutuhan diri sendiri, bahkan jika itu menyakiti diri sendiri.
Beberapa ciri umum seorang people pleaser antara lain:
- Sulit mengatakan “tidak”.
- Merasa bersalah jika menolak permintaan orang lain.
- Takut ditolak atau tidak disukai.
- Mengukur harga diri dari bagaimana orang lain memperlakukan kita.
- Mengabaikan kebutuhan diri sendiri.
Orang-orang dengan kecenderungan ini seringkali tampak “baik” di mata orang lain. Mereka selalu siap membantu, selalu setuju, dan selalu berusaha menyenangkan. Namun, di balik itu, mereka sering menyimpan rasa lelah, kecewa, bahkan marah pada diri sendiri karena merasa tidak dihargai atau dimanfaatkan.
Sikap baik hati sejatinya adalah pilihan sadar untuk membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan, tetapi tetap menghargai diri sendiri. Orang yang benar-benar baik hati bisa berkata “tidak” jika permintaan orang lain tidak sesuai dengan nilai, waktu, atau energinya juga membantu dari tempat kasih sayang, bukan rasa takut atau kewajiban dan mengetahui batas kemampuan dirinya.
Sebaliknya, people pleasing lahir dari kebutuhan untuk diterima, takut konflik, atau trauma masa lalu. Ketika kebaikan hati didorong oleh rasa takut kehilangan hubungan, takut ditolak, atau kecemasan sosial, saat itulah kita mulai mengorbankan diri sendiri demi orang lain.
Sering menjadi people pleaser dapat memberi dampak serius pada kesehatan mental kita:
- Merasa lelah secara emosional & fisik.
- Menumpuk stres dan kecemasan.
- Mengalami burn out karena selalu memenuhi ekspektasi orang lain.
- Merasa kehilangan jati diri karena selalu berusaha menjadi “orang yang diinginkan”.
- Harga diri rendah.
Menentukan batas antara baik hati dan people pleasing bukan hal mudah, tetapi sangat mungkin dilakukan. Berikut beberapa langkah yang dapat membantu:
- Kenali kebutuhan dan nilai diri sendiri
Luangkan waktu untuk mengenal apa yang penting bagi Anda. Jangan sampai membantu orang lain membuat Anda meninggalkan kebutuhan dasar Anda sendiri. - Latih berkata “tidak”
Tidak berarti Anda egois. Belajar berkata “tidak” dengan cara yang sopan tetapi tegas adalah bentuk self-respect. - Perhatikan perasaan Anda
Jika Anda sering merasa terpaksa, lelah, atau marah setelah membantu orang lain, itu tanda Anda sudah melewati batas. - Berikan dari hati, bukan karena takut
Pastikan Anda membantu atau berkata “ya” karena ingin, bukan karena takut ditolak atau ingin diterima. - Cari dukungan
Jika sulit membedakan, berbicara dengan konselor atau terapis dapat membantu Anda belajar menetapkan batas sehat.
Menjadi orang yang baik hati adalah sesuatu yang indah, tetapi menjadi people pleaser bisa merugikan diri sendiri. Ingatlah bahwa Anda juga berhak untuk mengatakan “tidak”, menjaga energi, dan memperhatikan diri sendiri. Kebaikan sejati tidak pernah mengorbankan kesehatan mental Anda.
Seperti kata pepatah, “You can’t pour from an empty cup.” Anda tidak bisa memberi yang terbaik untuk orang lain jika diri sendiri kosong dan lelah. Mulailah berlatih menetapkan batas hari ini, bukan untuk menjadi egois, tetapi untuk mencintai diri Anda sendiri dengan sehat.
Penulis:
Alya Rahayu