BANDUNG.TM.ID Thrifting menjadi andalan bisnis anak muda saat ini. Karena usaha tersebut memiliki untung yang sangat banyak dan juga merupakan sebuah hobi bagi masyarakat. Saat ini usaha tersebut telah ramai menjadi perbincangan masyarakat, umumnya dari kalangan UMKM.
Bareskrim Polri kemudian melakukan koordinasi pada Kementrian Perdagangan terkait dengan hal tersebut. Polri juga akan menyesuaikan perarturan undang-undang yang berlaku. Keterangan ini langsung Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Pori Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan sampaikan.
“Hari ini, Selasa 14 Maret 2023, Bareskrim Polri melakukan koordinasi dengan Kementrian Perdagangan, tentunya terkait dengan penindakan praktik bisnis pakaian bekas impor atau thrifting” katanya, melansir Pikiran Rakyat.
“Pada prinsipnya, Polri siap untuk bekerja sama, bersinergi dengan stakeholder (pemangku kepentingan) terkait, yaitu Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai. Bareskrrim sudah melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea Cuaki” ujarnya dilaporkan Antara, melansir Pikiran Rakyat.
Larangan Melakukan Thrifting
Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah KemenKop UKM Hanung Harimba pernah membahas larangan melakukan thifting sebelumnya. Aturan ini telah tercantum dalam Perarturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 mengenai Larangan Impor Pakaian Bekas.
Perubahan Atas Perarturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Hanung telah mengungkapkan bahwa thrifting merupakan isu yang serius. Apalagi ekonomi dunia sudah semakin melambat dengan adanya impor barang bekas. Sehingga pelaku UMKM Indonesia memiliki tantangan tersediri.
” Thrifting pakian impor ini juga akan merugikan produsen UKM tekstil. Menurut CIPS dan dan ApsyFI, 80 persen produsen pakaian di Indonesia di dominasi oleh industri kecil dan mikro, sedangkan impor pakaiaan bekas selama ini memangkas pangsa pasar mereka sebesar 12-15 persen” tuturnya, melansir Pikiran Rakyat.
Thrift pakaian impor juga bisa menciptakan masalah lingkungan yang serius hingga membuat negara semakin rugi. Pasalnya, barang tersebut ternyata tidak membayar bea dan cukai. Menurut Menteri Koperasi dan UKM, terdapat hal yang bisa menyebabkan adanya aktivitas barang impor ilegal, seperti fenomena demand dan supply.
Apabila supply thrifting tersebut bisa terhenti, maka akan berpengaruh dengan kondisi pasar. Lalu, produk dalam negeri pun juga bisa mengisinya. Jika pihaknya bisa menolak keras maka masyarakat Indonesia bisa lebih mencintai produk dalam negeri.
Setelah itu, akan dipastikan banyak produk lokal yang kualitasnya tinggi mendongkrak adanya barang impor ilegal tersebut.
BACA JUGA: Sri Mulyani Jenguk David, Sampaikan Dukungan Proses Hukum
(kaje)