BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Hendry Lie (HL) di Bandara Soekarno-Hatta saat baru kembali dari Singapura. Pemilik perusahaan smelter timah, PT Tinindo Inter Nusa (TIN) ini pulang ke Indonesia untuk memperpanjang masa berlaku paspornya yang hampir habis, tepatnya pada 27 November mendatang.
Tersangka kasus dugaan korupsi komoditas timah di wilayah konsesi PT Timah Tbk tahun 2015-2022 itu selama ini berada di Negeri Singa untuk menjalani masa pengobatan.
“Diamankan di Bandara Soetta, setelah yang bersangkutan kembali dari Singapura,” ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung Abdul Qohar, di Gedung Kartika Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (18/11/2024).
Penyidik telah memeriksa Hendry pada 29 Februari 2024 lalu sebagai saksi di kasus rasuah ini. Kemudian pada 25 Maret 2024, dia diketahui telah berada di Singapura. Hal ini diketahui berdasarkan informasi dari Otoritas Imigrasi Negeri Singapura.
Tim penyidik beberapa kali melakukan pemanggilan terhadap Hendry. Namun dia tak pernah hadir memenuhi panggilan untuk pemeriksaan di Kejagung dengan alasan tengah berobat di Singapura.
Kejagung bertindak tegas dengan mencekalnya berdasarkan keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-043/D/DIP.4/3/2024 pada 28 Maret 2024. Pencekalan selama 6 bulan itu terhitung sejak ditetapkan dan dilakukan penarikan paspor Republik Indonesia atas nama Hendry Lie.
Kejagung juga mengajukan permohonan untuk pencabutan paspor Hendry Lie ke pihak Imigrasi.
“Pada tanggal 15 April 2024, Hendry Lie ditetapkan oleh penyidik sebagai tersangka setelah yang bersangkutan dipanggil dengan patut, tetapi yang bersangkutan tidak pernah hadir,” katanya.
Tim penyidik meringkus Hendry di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 22.30 WIB, pada Senin (18/11/2024). Penangkapan dilakukan atas kerja sama Direktorat Penyidikan JAM Pidsus, jajaran intelijen JAM Intel, dan Atase Kejaksaan RI di Singapura.
Setelah diperiksa di Kejagung, Hendry Lie ditahan untuk 20 hari ke depan di Rutan Kejari Jakarta Selatan. Dalam kasus korupsi timah, Hendry Lie merupakan beneficiary owner PT Tinindo Inter Nusa (TIN) yang secara sadar dan sengaja berperan aktif melakukan kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah antara perusahaannya dengan PT Timah Tbk.
Sementara penerimaan biji timahnya melalui dua perusahaan bentukan PT TIN, yakni CV BPR dan CV SMS. Kedua perusahaan boneka ini sengaja dibentuk sebagai perusahaan untuk menerima biji timah yang bersumber dari kegiatan penambangan timah ilegal.
“Akibat perbuatan tersangka Henry Lee bersama-sama 21 tersangka lainnya, yang saat ini dalam proses persidangan, negara dirugikan sebesar Rp 300 triliun lebih,” ungkapnya.
Atas perbuatannya, Hendry Lie disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana. Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 23 orang sebagai tersangka korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah.
Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
BACA JUGA: Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Kapuspenkum Kejagung Buka Suara
Kejagung menyebut berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp300,003 triliun.
Rinciannya yakni kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp 2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp 26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp 271,6 triliun.
(Kaje/Budis)