BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Mitos dan kepercayaan turun-temurun masih melekat kuat dalam kehidupan Suku Bugis, terutama di wilayah Sulawesi dan Kalimantan.
Suku Bugis, yang tergolong dalam suku-suku Deutero Melayu, memiliki sejarah panjang yang diwariskan secara turun-temurun, termasuk mitos dan pamali yang menjadi bagian integral dari budaya mereka.
Kata “Bugis” sendiri berasal dari kata “To Ugi”, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina di Pammana, Kabupaten Wajo, yaitu La Sattumpugi.
Masyarakat Bugis, yang sebagian besar hidup sebagai petani dan nelayan di dataran rendah dan pesisir, juga dikenal sebagai pedagang yang handal. Selain itu, mereka juga aktif dalam birokrasi pemerintahan dan bidang pendidikan.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Bugis masih memegang teguh kepercayaan terhadap mitos dan pamali. Pamali, yang merupakan larangan-larangan yang tidak seharusnya dilakukan menurut kepercayaan adat istiadat, diwariskan secara turun-temurun melalui petuah terdahulu, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
Menurut Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh), budaya Pemmali merupakan aturan tak tertulis yang mengikat bagi masyarakat Bugis.
Pemmali diperkenalkan kepada anak-anak sejak dini, sebelum mereka memasuki pendidikan formal. Tujuannya adalah untuk menanamkan budi pekerti dan akhlakul karimah dalam perspektif budaya.
BACA JUGA : Siri Na Pacce Falsafah Hidup Masyarakat Bugis-Makassar
Beberapa contoh pamali yang masih diyakini oleh masyarakat Bugis antara lain:
- Tidak boleh memotong kuku pada malam hari
- Tidak boleh menyapu rumah pada malam hari
- Tidak boleh menunjuk bulan dengan jari
- Tidak boleh tidur dengan kepala menghadap utara
Meskipun zaman terus berubah, mitos dan pamali tetap menjadi bagian penting dalam budaya Suku Bugis.
Mereka menjadi penuntun moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari, serta menjaga kelestarian nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur.
(Hafidah Rismayanti/Usk)