SUBANG, TEROPONGMEDIA.ID — Hingga era 90-an, tiga desa di Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang, Jawa Barat, masih asri dengan hamparan luas hutan mangrove di sepanjang pesisir pantai utara. Namun sebagian sabuk hijau di Teluk Ciasem itu musnah akibat abrasi.
Tumbuh suburnya hutan mangrove ini menjadi penyempurna ekosistem, menjadi surga bagi beragam jenis ikan, kepiting, udang, serta ragam jenis biota laut lainnya.
Masyarakat Desa Mayangan, Desa Legonwetan, dan Desa Tegalluhur di wilayah kecamatan tersebut mayoritas menjadikan laut sebagai tumpuan hidupnya.
Selain melaut, ada juga sebagian yang matapencahariannya bertani padi, budidaya udang dan bandeng di tambak, dan lainnya berniaga atau jual jasa di obyek wisata pantai Pondok Bali yang berada di wilayah Desa Mayangan.
Daerah inipun sempat menjadi pemasok besar komoditas perikanan hasil tambak, terutama udang dan ikan bandeng.
Namun kehidupan masyarakat yang dinamis di tengah kondisi alamnya yang asri tersebut, tiba-tiba hancur berantakan setelah terjadinya gejolak alam, yakni abrasi pantai hingga menenggelamkan ratusan hektar daratan di sana.
Desa Mayangan merupakan yang terparah mengalami abrasi hingga menenggelamkan 70 persen wilayahnya dari bibir pantai.
Sebagian besar daratan Desa Mayangan tenggelam dengan ketinggian air laut hingga sepinggang orang dewasa hingga saat ini.
Abrasi pantai tersebut mulai terjadi sejak tahun 2006. Masyarakat setempat menjadikan pasca gempa dan tsunami Aceh di penghujung 2024 sebagai patokan waktu.
“Dulu waktu Abah masih SD, kalau ke (pantai) Pondok Bali itu jauh sekali dari rumah ini,” ujar tokoh masyarakat Desa Mayangan, Ncay Caswita kepada Teropong Media, Sabtu (11/10/2024).
Abah Ncay, demikian ia biasa disapa, kini usianya sudah mendekati 70 tahun. Saat ini, pondasi rumah yang ia tinggali hingga saat ini sudah terendam laut pesisir utara karena abrasi parah.
Padahal sebelum abrasi itu terjadi, jarak dari rumah Abah Ncay hingga bibir pantai mencapai 1,5 kilometer.
Abah Ncay menuturkan, semula meluapnya air laut itu tidak terlalu berdampak signifikan, hanya di bagian pantai saja.
Namun seiring dengan perubahan kondisi alam dan lingkungan, abrasi mulai merusak bagian-bagian vital di Desa Mayangan. Air laut menyusup ke rumah-rumah warga, menenggelamkan semua yang ada di daratan.
Mulai tahun 2010, abrasi semakin menjadi. Bahkan air laut sudah meresap ke lahan persawahan yang mematikan produksi padi.
BACA JUGA: Perjuangan Warga Mayangan Melawan Abrasi Terabadikan dalam Film Dokumenter EIGER
Teluk Ciasem
Tak hanya itu, banjir rob yang berkepanjangan juga telah merusak ekoistem hutan mangrove. Satu persatu akar mangrove tercerabut digoyah kuatnya gelombang air laut. Bibit mangrove pun sulit bertumbuh karena permukaan air yang terlalu tinggi.
Kondisi alam yang semakin parah, membuat sebuah organisasi pecinta alam Wanadri terpanggil untuk berupaya meminimalisasi dampak abrasi.
Pada tahun 2016, Wanadri dengan konsep Wali Mangrove-nya mendirikan Rumah Edukasi Mangrove yang berbasis di Desa Mayangan.
Wanadri pun membina muda-mudi setempat dengan membentuk kelompok Siaga Pesisir Utara, disingkat SIPUT, untuk menjadi garda terdepan pelestari mangrove dengan melakukan penanaman hingga perawatan.
Sementara itu, setiap warga mendapat peran sebagai penyemai benih mangrove dari propagul atau biji buah matang. Benih ini kemudian berkecambah menjadi bibit mangrove yang selanjutnya akan ditanam di pesisir yang rusak karena abrasi.
Rumah Edukasi Mangrove berperan sebagai wadah bagi pihak-pihak manapun yang peduli pesisir laut utara dari ancaman kerusakan, seperti pemerintah, BUMN, BUMD, maupun swasta.
Mansur, Wali Mangrove Field Manager, mengatakan, penanaman mangrove tersebut berdampak cukup baik dalam menangani air laut yang tinggi dan air rob.
Menurutnya, semenjak ditanam mangrove, air lau yang naik ke permukaan jalan dengan cepat kembali surut hanya kurang lebih dua jam.
“Kondisi ini dirasa cukup baik ketika sebelum ditanam mangrove bahkan ketika dulu sampai debit air tinggi dan merusak rumah warga,” kata Mansur.
Harapan jangka panjang, kata Mansur, hutan mangrove kembali hijau. Hingga saat ini abrasi yang telah mengikis wilayah sekitar 1,5 kilometer, telah berkurang menjadi 1,2 kilometer.
Dia menambahkan, di desa Mayangan kurang lebih sudah tertanam mangrove sebanyak 45 hektare dari total ratusan hektare.
EIGER, salah satu produsen perlengkapan lua ruang, turut berkontribusi dengan menanam 10 ribu bibit mangrove di pantai Desa Mayangan sejak Mei 2024 lalu. EIGER ingin ambil bagian dalam penanaman pohon mangrove di hutan mangrove Mayangan.
“Penanaman 10.000 pohon mangrove Subang ini menjadi komitmen kami bersama Wanadri untuk mencegah abrasi dan menyelamatkan pesisir Pantura,”ujar Shulhan Rijal, PR EIGER Adventure.
Dalam kesempata itu, EIGER Adventure juga menggelar nonton bareng (nobar) film dokumenter bertemakan pelestarian mangrove di Desa Mayangan dengan judul film “Matra Pantura”, pada Sabtu (12/10/2024).
Puluhan warga pun antusias menyaksikan film dokumenter tersebut. Tontonan menjadi meriah karena para pemeran film adalah warga serta para tokoh masyarakat Desa Mayangan sendiri.
Pergelaran nobar tersebut, tak lain untuk memperkaya narasi edukasi lingkungan bagi masyarakat Legonkulon, khususnya dalam melestarikan mangrove di pesisir Teluk Ciasem.
(Aak)