BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kemiskinan, stunting, dan pengangguran menjadi tigal persoalan yang paling mengkawatirkan di Jawa Barat (Jabar) saat ini.
Untuk memecahkan solusinya, Pememerintah Provini (Pemprov) Jabar meminta lembaga pendidikan tinggi untuk berkolaborasi dalam memecahkan ketiga permasalahan itu demi mencapai kesejahteraan masyarakat.
Sekda Jabar Herman Suryatman menyampaika harapan tersebut dalam acara Halalbihalal Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) bersama Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Jabar, Asosiasi Badan Pengurus Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI), dan Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (APPERTI) Jabar di Gedung Aptisi Jabar, Kota Bandung, Kamis (2/5/2024).
Semangat kolaborasi yang digaungkan Herman didorong oleh permasalahan-permasalahan di lapangan yang hanya bisa diselesaikan dengan cepat apabila seluruh pihak bahu membahu dan bekerja sama mencapai tujuan utama, yakni kesejahteraan masyarakat.
“Apa pun institusinya, profesinya, saya kira bagaimana kita bisa mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Herman.
Adapun, sejumlah permasalahan yang menurutnya menjadi PR bersama antara lain angka kemiskinan 7,62 persen, penanganan tengkes (stunting) dengan program Zero New Stunting, dan angka pengangguran 7,44 persen atau sekitar 3,5 juta warga Jabar.
BACA JUGA: Ini Tiga Strategi Pemprov Jabar Entaskan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting
Bicara kesejahteraan, menurut Herman, salah satu prioritasnya adalah menurunkan angka pengangguran secara signifikan.
Ia menduga, tingginya angka tersebut juga berasal dari perguruan tinggi.
“Dari angka statistik menunjukkan saat ini pengangguran Jawa Barat 7,44 persen, 3.5 juta kurang lebih rakyat Jabar masih menganggur. Saya curiga ini adalah para sarjana lulusan perguruan tinggi, lulusan SMA/SMK, juga SMP,” ungkap Herman.
Pemerintah bersama lembaga dan institusi terkait menurutnya perlu mengakselerasi dan memanfaatkan momentum bonus demografi di Indonesia.
Usia produktif dari generasi X diperkirakan akan berakhir tahun 2030, maka lembaga pendidikan harus menyiapkan generasi muda dengan bekal pendidikan yang matang.
Proses pembelajaran, kurikulum, dan kampus merdeka menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan.
“Ini saya kira PR bersama, bagaimana mungkin mahasiswa yang kemudian selesai menjadi sarjana mampu menyejahterakan masyarakat jika dirinya sendiri tidak sejahtera,” ujar Herman.
(Aak)