BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Musim kemarau 2025 di Indonesia tidak bisa dipahami secara sederhana sebagai periode tanpa hujan. BMKG dalam siaran persnya pada 12 April 2025 menjelaskan bahwa sebagian wilayah Indonesia diprediksi mengalami kemarau dengan sifat atas normal.
Artinya, masih terjadi hujan dalam intensitas tinggi selama periode yang secara klimatologis tergolong musim kemarau. Fenomena ini merupakan kemarau basah, dan memiliki potensi bencana yang tidak boleh kita remehkan.
Bencana Saat Kemarau Basah
Bencana-bencana berikut adalah beberapa risiko yang harus diantisipasi masyarakat dan pemerintah saat menghadapi kemarau basah tahun ini.
Banjir dan Genangan
Pada musim kemarau yang normal, banjir bukanlah ancaman utama. Namun dalam kemarau basah, banjir lokal dapat terjadi akibat curah hujan yang tidak biasa. Genangan juga lebih sering muncul di wilayah dengan sistem drainase buruk, khususnya kawasan perkotaan.
BMKG mencatat bahwa curah hujan yang tidak menentu dapat memicu banjir lokal atau genangan air, terutama di daerah yang memiliki sistem drainase kurang memadai.
Tanah Longsor
Hujan deras yang terjadi secara sporadis di tengah musim kemarau meningkatkan risiko longsor di daerah berbukit dan lereng gunung.
BMKG dalam Majalah KLIMA edisi VII/2022 menyebutkan bahwa peningkatan frekuensi hujan selama kemarau dapat memicu tanah menjadi labil dan mudah runtuh.
Serangan Hama dan Penyakit Tanaman
Kelembapan tinggi akibat hujan di musim kemarau menciptakan ekosistem yang mendukung perkembangan hama dan penyakit tanaman.
Kondisi lembap yang berkepanjangan juga mendorong peningkatan populasi hama seperti ulat grayak dan wereng, serta penyakit tanaman seperti busuk batang dan antraknosa.
Gagal Panen Garam
Produksi garam sangat bergantung pada sinar matahari dan udara kering. Kehadiran hujan di musim kemarau menghambat proses kristalisasi garam, yang berujung pada kegagalan panen.
BMKG mencatat bahwa kegagalan panen garam telah terjadi sebelumnya pada tahun 1998, 2010, dan 2016.
Gangguan Sistem Irigasi
Curah hujan berlebih dapat menyebabkan limpasan air yang tidak terkontrol pada sistem irigasi. Hal ini mengganggu jadwal tanam dan distribusi air yang telah dirancang sesuai pola kemarau kering.
Ancaman Kesehatan
Kondisi ini juga meningkatkan potensi gangguan kesehatan, seperti penyakit berbasis air dan udara lembap, serta memburuknya kualitas udara akibat penumpukan partikel pada atmosfer lembap.
BMKG mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap dampak suhu panas dan kelembapan tinggi yang bisa mengganggu kenyamanan masyarakat.
Baca Juga:
Saat Ini Terjadi di Indonesia, Kemarau Basah Itu Apa?
Hujan Lebat Akibatkan Banjir di Kawasan Lembang Bandung Barat
Kemarau basah 2025 bukan hanya soal perubahan pola cuaca, melainkan sinyal bahwa iklim Indonesia kian dinamis dan ekstrem.
Informasi dari BMKG dan langkah antisipatif lintas sektor menjadi kunci untuk menghadapi segala risiko yang mungkin terjadi.
(Kaje)