BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Topeng Reog Ponorogo yang besar, sering digunakan oleh penari utama Singa Barong.
Topeng tersebut terbuat dari beragam bahan dalam pembuatannya, serta memiliki makna tersendiri.
Unsur artistik yang ada dalam topeng Reog Ponorogo berasal dari kayu dadap, karet, bulu halus, kerangka kayu, bambu dan rotan yang ditutup dengan kulit macan gembong atau harimau Jawa, serta bulu-bulu merak yang dirajut.
Topeng besar ini melambangkan keberanian, kekuatan, dan semangat juang, dengan berat mencapai 50–60 kg.
Kepala singa yang menjadi bentuk topeng ini juga melambangkan keberanian, kekuatan, dan semangat juang.
Klono Sewandono, tokoh pangeran dalam cerita Tari Reog Ponorogo, menjadi simbol dari nilai-nilai tersebut.
Di balik gemerlapnya pertunjukan Reog Ponorogo, terdapat lapisan makna yang mendalam, menyiratkan kritik dan sindiran terhadap kondisi sosial dan politik pada zamannya.
Melalui gerak, kostum, dan karakter-karakter dari sang pemian, Reog Ponorogo menjadi cerminan dari realitas sosial dan politik masa lampau.
Warok, dengan kekuatan dan keberaniannya, melambangkan rakyat jelata yang gigih dan berani melawan segala rintangan dan ketidakadilan.
Bujang Ganong hadir sebagai simbol penguasa yang sombong dan angkuh, mencerminkan kelemahan dan ketidakadilan dalam kepemimpinan otoriter.
Sementara, Jathil menggambarkan kaum bangsawan yang sering mendapat penilaian lemah dan tak berdaya meskipun memiliki kecantikan dan kemewahan materi.
BACA JUGA : Sejarah Kesenian Tradisional Reog Ponorogo
Dengan menyusun karakter-karakter ini dalam pertunjukan topeng Reog Ponorogo. Seniman-seniman masa lalu telah mampu mengabadikan kritik terhadap ketidakadilan sosial dan politik yang pernah terjadi.
Reog Ponorogo bukan hanya sekadar tarian tradisional, tetapi juga sarana untuk menyampaikan pesan-pesan kritis dan mendalam di masyarakat.
(Hafidah Rismayanti/Budis)