BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Hukum Islam telah mengatur, tidak semua orang boleh memandikan jenazah perempuan.
Islam memerintahkan umatnya untuk senantiasa menghormati orang lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.
Fokus pada perlakuan terhadap orang yang sudah meninggal, Islam memerintahkan orang-orang yang masih hidup untuk melakukan perawatan jenazahnya.
Perawatan jenazah yang bersifat fardhu kifayah ini, mulai dari memandikan, mengafani, menshalati, hingga memakamkan.
Fardhu kifayah jatuh pada orang-orang yang berada di sekitar jenazah, di mana satu orang saja yang melakukan perawatan, maka sudah mewakili semua orang.
Namun jika tak seorangpun yang melakukan perawatan terhadap jenazah, maka semua orang terhukumi dosa.
Memandikan Jenazah Laki-laki dan Perempuan
Mengutip penjelasan Ahmad Muntaha AM pada laman resmi PBNU, sejatinya tidak ada perbedaan mendasar dalam perawatan jenazah laki-laki dan jenazah perempuan.
Namun ada beberapa detail perbedaan terkait siapa yang boleh memandikannya, sebagaimana penjelasan berikut:
Memandikan Jenazah Perempuan
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah terkait siapa yang berhak memandikan jenazah perempuan.
Jenazah perempuan hanya boleh dimandikan oleh perempuan, kecuali suami dan laki-laki yang mempunyai hubungan mahram dengannya.
Bila tidak ada perempuan, suami, atau laki-laki mahram, maka merujuk pendapat al-Ashah dalam mazhab Syafi’i maka jenazah perempuan tersebut tidak dimandikan, namun ditayamumi sebagai ganti dari memandikannya.
Sementara menurut pendapat muqabilul ashah jenazah perempuan tersebut tetap dimandikan dengan lebih hati-hati untuk menjaga kehormatannya, yaitu dengan cara sebagai berikut:
(1) Jenazah perempuan tetap tertutup rapat dengan bajunya;
(2) Laki-laki yang memandikannya menggunakan alas tangan, tidak menyentuh jenazah secara langsung;
(3) Optimal dalam menjaga pandangannya, hanya boleh memandang jenazah dalam kondisi darurat atau seperlunya.
(Muhammad bin Ahmad al-Mahalli, Syarah Al-Mahalli dicetak bersama Hâsyiyatâni Qulyûbi wa ‘Umairah, [Singapura-Jedah-Indonesia: Al-Haramain], juz I, halaman 379-380).
BACA JUGA: Adab Ketika ada Orang Meninggal Sesuai Ajaran Nabi Muhammad
Mengafani Jenazah Perempuan
Dalam mengafani jenazah perempuan, ada tiga level sebagimana berikut:
(1) Batas minimal kafan bagi jenazah perempuan adalah kain yang menutupi seluruh tubuh;
(2) Tiga lapis kain yang masing-masing dapat menutupi seluruh tubuh;
(3) Paling sempurna adalah lima lapis kain, yang terdiri dari (a dan b) dua lapis kain yang masing-masing dapat menutupi seluruh tubuh, (c) izâr yaitu kain yang menutup bagian tengan tubuh dari pusar hingga lutut, (d) gamis, dan (e) kerudung yang menutup kepala.
(Ibrahim al-Bajuri, Hâsyiyah al-Bâjuri, juz I, halaman 248-249).
Mensalatkan Jenazah Perempuan
Siapa saja boleh mensalatkan jenazah perempuan, baik laki-laki apalagi perempuan. Namun ada beberapa detail yang perlu diperhatikan sebagaimana penjelasan berikut:
(1) Niat dan doa-doa di dalam shalat jenazah semestinya sesuai dengan jenis kelamin jenazah, yaitu perempuan. Semisal pelafalan niat menjadi: Ushalli ‘ala hâdzihil mayyitati ar-ba’a takbirâtin fardhal kifâyati lillâhi ta’âla … Demikian pula pelafalan doa menjadi: Allâummaghfirlahâ war hamhâ wa ‘âfihâ wa’fu ‘anhâ …
(2) Imam atau orang yang shalat jenazah sendirian (munfarid), berdiri tepat di arah pantat jenazah. (Sulaiman bin Umar al-‘Ajili, Hâsyiyatul Jamâl, [Beirut, Dârul Fikr], juz II, halaman 188).
Memakamkan Jenazah Perempuan
Tidak ada perbedaan dalam tata cara pemakamkan jenazah perempuan dan jenazah laki-laki. Batas minimalnya adalah galian lobang yang dapat mencegah baunya keluar dari dalam kubur, sehingga tidak tercium orang hidup atau tergali binatang buas.
Adapun sunnahnya adalah dengan lebar satu hasta lebih satu jengkal (kira-kira 72 cm atau lebih mudah 1 m), panjang sesuai ukuran tinggi jenazah, dan kedalaman seukuran orang berdiri dengan mengangkat tangannya ke atas (kira-kira 2 m). (Musthafa al-Khin dkk, al-Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Dârul Qalam: 1413/1992], juz I, halaman 256).
Adapun tentang siapa yang menurunkannya ke lubang kubur maka laki-laki, sebab umumnya wanita tidak mampu melakukannya.
Adapun yang paling utama melakukannya adalah suami, kemudian laki-laki yang punya hubungan mahram dengannya, yaitu ayah, kakek, anak laki-laki, cucu laki-laki, saudara laki-laki, kemudian pamannya dari ayah.
Orang yang memasukkannya ke dalam kubur sunnah berjumlah ganjil, tiga atau selebihnya sesuai kebutuhan. (Al-Mahalli, Syarh Al-Mahalli, juz I, halaman 398-399).
(Aak)