Site icon Teropong Media

Sektor Ritel Indonesia Hadapi Tantangan Daya Beli

(Foto: Aprindo)

BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Perdagangan Budi Santoso memproyeksikan sektor ritel dapat tumbuh hingga 5 persen pada tahun 2025, didorong oleh ekosistem perdagangan yang semakin kolaboratif antara ritel modern dan toko kelontong tradisional.

Meskipun demikian, terdapat sejumlah tantangan, khususnya terkait daya beli masyarakat yang sedang melemah.

Sektor ritel Indonesia kini berupaya keras untuk menjaga momentum pertumbuhan di tengah tekanan ekonomi yang memengaruhi daya beli konsumen.

Menurut Budi, pentingnya kualitas pertumbuhan yang dapat diraih melalui ekosistem yang baik. Selain itu, kolaborasi yang terjalin antara ritel modern dan toko kelontong dapat menciptakan harmoni dalam rantai perdagangan sehingga bisnis yang sebelumnya berjalan masing-masing kini saling mendukung.

“Dulu mungkin toko kelontong tradisional bersaing dengan ritel modern. Tapi sekarang, toko-toko ini tidak lagi terseok-seok, melainkan menjadi mitra dalam mendistribusikan produk lokal,” ujar Budi di Jakarta, Minggu (10/11/2024).

Pendekatan baru ini diharapkan mampu membuka akses pasar yang lebih luas untuk produk dalam negeri, yang pada akhirnya tidak hanya meningkatkan penjualan tetapi juga menguatkan posisi toko-toko kelontong tradisional di tengah persaingan yang kian ketat.

Namun, Budi menggarisbawahi bahwa keberhasilan ini akan sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang menjadi faktor penting dalam mendukung kinerja sektor ritel.

BACA JUGA: Serunya, Berburu Promo Kuliner di Hari Pahlawan!

Sementara itu, Executive Director Operational Indogrosir, Anton Prasetyo berharap, terkait potensi pertumbuhan ritel yang diproyeksikan mencapai 5 persen.

Menurut Anton, menjaga daya beli masyarakat adalah hal yang mendesak. Meski sektor ini menunjukkan peningkatan indeks penjualan tahunan sebesar 4,5 persen.

Anton mengungkapkan, kekhawatirannya terhadap potensi penurunan daya beli masyarakat yang dapat menghambat laju pertumbuhan ritel pada tahun depan.

“Untuk mencapai target ini, perlu adanya upaya peningkatan daya beli konsumen. Kita harap daya beli dapat stabil agar ritel kita bisa tumbuh dan lebih optimis,” kata Anton.

Berdasarkan data Survei Penjualan Eceran dari Bank Indonesia (BI) pada Juli 2024, meskipun Indeks Penjualan Riil (IPR) mencatat kenaikan sebesar 4,5 persen secara tahunan, penjualan bulanan menunjukkan kontraksi sebesar 7,2 persen.

Normalisasi permintaan pasca Idul Adha menjadi salah satu penyebab kontraksi tersebut. Meski demikian, kenaikan signifikan dalam kategori Makanan, Minuman, dan Tembakau menunjukkan bahwa beberapa segmen ritel tetap memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan secara keseluruhan.

Sektor ritel Indonesia memiliki peluang besar untuk berkembang, namun tantangan dalam menjaga daya beli masyarakat tetap menjadi perhatian utama.

Dengan adanya kolaborasi antara ritel modern dan toko kelontong, Indonesia bisa menciptakan ekosistem perdagangan yang tangguh dan inklusif, namun membutuhkan sinergi yang lebih intensif antara pelaku usaha dan pemerintah untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.

Kolaborasi ini menjadi bukti bahwa sektor ritel dapat merangkul keberagaman pasar dan memberdayakan para pelaku usaha kecil, sehingga bersama-sama dapat menjawab tantangan ekonomi yang ada dan mendorong pertumbuhan positif pada tahun-tahun mendatang.

 

(Budis)

Exit mobile version