Site icon Teropong Media

Sam Altman: Jangan Terlalu Percaya pada ChatGPT, AI Bisa ‘Halu’ dan Menyesatkan

Sam Altman, Chief Executive Officer (CEO) OpenAI.(Foto: Wikipedia).

BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Di era digital yang serba instan, kecerdasan buatan seperti ChatGPT telah menjadi sahabat banyak orang. Mulai dari menulis laporan kerja, merancang jadwal, mencari saran parenting, hingga sekadar teman ngobrol saat kesepian, semua bisa dilakukan dengan cepat dan nyaman.

Tapi, apakah kemudahan ini justru membuat kita semakin malas berpikir?

CEO OpenAI, Sam Altman, baru-baru ini mengakui bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap ChatGPT justru melebihi yang ia bayangkan.

Dalam podcast perdana OpenAI, Altman menyebut teknologi AI saat ini belum sepenuhnya bisa diandalkan, karena masih bisa berhalusinasi alias memberikan informasi yang salah, meskipun terdengar sangat meyakinkan.

“Seharusnya ini bukan teknologi yang kamu percaya sepenuhnya. AI ini bisa halu,” ujar Altman.

Ironisnya, banyak orang justru mulai menggantungkan hidupnya pada AI. Dalam keseharian, ChatGPT telah digunakan untuk menjawab pertanyaan pribadi, memberikan solusi instan, bahkan dianggap sebagai “asisten cerdas” yang tak perlu dipertanyakan.

Kekhawatiran Altman bukan tanpa alasan. Sebuah studi dari MIT Media Lab menunjukkan bahwa penggunaan ChatGPT dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis dan aktivitas otak secara signifikan.

Dalam studi itu, peserta yang menggunakan ChatGPT cenderung menghasilkan tulisan yang datar, mirip satu sama lain, dan tidak orisinal.

Sebaliknya, kelompok yang menulis tanpa bantuan teknologi justru memperlihatkan aktivitas otak paling tinggi dan hasil tulisan yang lebih kreatif. Bahkan saat diminta menulis ulang, pengguna ChatGPT kesulitan mengingat konten sebelumnya, pertanda keterlibatan mental yang sangat minim.

“Kalau ChatGPT sampai dipakai di pendidikan anak usia dini, itu bisa sangat berbahaya,” ujar peneliti utama Nataliya Kosmyna.

Baca Juga:

Mengukur Tingkat Kecerdasan Selain dari Nilai IQ

Yang menarik, Altman sendiri mengaku pernah memakai ChatGPT saat butuh informasi seputar pengasuhan anak. Hasilnya? Bermanfaat, tapi tetap harus disaring.

“AI ini bisa terdengar sangat yakin, padahal salah. Di sinilah bahayanya,” ujarnya.

Dengan rencana OpenAI untuk menambahkan fitur memori jangka panjang dan iklan, peran AI dalam kehidupan kita akan semakin besar.

Tapi justru di sinilah pentingnya kesadaran pengguna untuk tetap berpikir kritis, selektif, dan tidak menjadikan AI sebagai satu-satunya sumber kebenaran.

ChatGPT memang luar biasa dalam banyak hal. Tapi seperti pisau bermata dua, terlalu bergantung pada teknologi ini bisa membuat kita kehilangan daya pikir dan kreativitas.

Pesan Sam Altman jelas, gunakan AI dengan cerdas, bukan sebagai pengganti nalar.

(Budis)

Exit mobile version