BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Sutradara Joko Anwar berharap film terbarunya “Pengepungan di Bukit Duri” mampu memantik diskusi masyarakat terkait kondisi sosial yang terjadi di Indonesia.
“Maaf kalau saya bilang filmnya tidak menghibur, tapi gampang untuk diikuti. Sehingga apa yang coba kita sampaikan, memantik percakapan tadi bisa sampai ke banyak orang,” kata Joko Anwar, dikutip Antara, Minggu, (13/4/2025).
Sutradara ternama itu mengatakan, “Pengepungan di Bukit Duri” bukan sekadar menyuguhkan aksi menegangkan. Film ini mengajak masyarakat Indonesia untuk berani membuka ruang diskusi dan menghadapi kenyataan sosial yang kerap dihindari.
Joko menyampaikan bahwa latar cerita yang diangkat dalam film ini merupakan kemungkinan masa depan Indonesia dua tahun dari sekarang. Merupakan gambaran yang tidak sepenuhnya fiksi, melainkan proyeksi dari kondisi sosial yang sudah terjadi saat ini.
“Kalau kita tidak berubah, kalau kita terus menghindari percakapan penting, maka kita sedang menuju ke sana. Kita sering menghindari hal-hal sulit, seperti trauma, kekerasan, ketimpangan sosial. Tapi luka itu tidak akan hilang hanya dengan dilupakan,” ujar Joko.
Lebih lanjut Joko mengungkapkan, film ini tidak hadir untuk menggurui, tetapi sebagai cermin yang memantulkan realitas bangsa tentang pendidikan yang tidak merata, tentang kekerasan yang makin meresap, hingga intoleransi yang masih menjadi persoalan besar di negara yang sangat heterogen.
Menurutnya, bangsa Indonesia memiliki kebiasaan denial atau penyangkalan terhadap persoalan-persoalan serius yang ada di tengah masyarakat.
“Kita menganggap diri kita religious, tapi korupsi merajalela. Kita merasa ramah, tapi tidak ramah terhadap perbedaan. Kita menciptakan citra tentang diri kita untuk menutupi realita. Ini yang perlu dibongkar, dan film ini mencoba menyentil itu,” ujarnya.
BACA JUGA:
Sinopsis Film Pengepungan di Bukit Duri, Terbaru dari Joko Anwar
Joko Anwar juga mengajak penonton untuk tidak hanya menikmati cerita. Tapi mengajak masuk ke ruang perenungan bersama tentang arah bangsa dan nasib generasi mendatang.
Film ini menjadi semacam alarm, pengingat, bahwa tanpa kesadaran bersama maka Indonesia bisa tergelincir ke dalam masa depan yang suram.
“Film ini kita tampilkan sedemikian rupa, sangat terukur, tapi kita tampilkan sedemikian rupa supaya menampilkan kenyataan yang ada di dalam masyarakat,” katanya.
(Kaje)