BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Peneliti Bahasa Enggano dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Wening Udasmoro, menyatakan bahwa Bahasa Enggano di Pulau Enggano, Bengkulu Utara, termasuk salah satu bahasa daerah di Indonesia yang kini terancam punah.
Saat ini, banyak bahasa daerah terancam punah karena kurangnya pelestarian oleh penuturnya, tidak diajarkan di sekolah, dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah.
Dalam Talk Show “Sinergi dan Aksi dalam Upaya Preservasi Bahasa Daerah” dan screening film Senja Kala Bahasa Enggan Prof. Dr. Wening menjelaskan bahasa Enggano semakin terancam punah karena hanya sekitar 30% penutur suku Enggano yang masih menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Saya mengamati beberapa kepala suku di Enggano. Ironisnya, mereka sama sekali tidak mengenali bahasa Enggano yang telah dituliskan oleh orang asing. Hal ini menunjukkan bahwa pengucapan dan pelafalan bahasa Enggano sangat berbeda dari bahasa lainnya secara umum,” ujar Wening di Auditorium Soegondo, Fakultas Ilmu Budaya UGM, Jumat (25/10/2024).
Dr. Aprillia Firmonasari, S.S., M.Hum., DEA., seorang Ahli Bahasa dari FIB UGM, menjelaskan bahasa Enggano menghadapi ancaman serius karena jumlah penuturnya semakin menurun. Meskipun ia belum pernah mengunjungi Enggano, Aprilia menyebutkan bahwa ia telah membimbing mahasiswa dalam penelitian terkait kepunahan bahasa ini.
Merujuk pada data terbaru dari Summer Institute of Linguistics (SIL) Aprilia menunjukkan terdapat sebelas bahasa di Indonesia yang terancam punah. Hilangnya satu bahasa berakibat pada lenyapnya warisan budaya yang sangat berharga.
“Sehingga mungkin ada perlu usaha-usaha preservasi bahasa agar bahasa-bahasa yang terancam punah itu bisa kita lakukan strateginya,” tuturnya.
Pernyataan Serupa
Pernyataan serupa disampaikan oleh Antropolog UGM, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil., yang menekankan pentingnya pengembangan strategi untuk mengajarkan bahasa daerah secara sistematis di sekolah.
“Perlu adanya guru-guru yang mau untuk menjadi guru bahasa daerah. Sayangnya, banyak orang yang menggunakan bahasa daerah tidak mengetahui tata bahasanya,” ucapnya.
Ia menyatakan buku pelajaran bahasa daerah harus dikembangkan secara menyeluruh. Dengan adanya 700 bahasa daerah, kita memerlukan banyak guru yang kompeten untuk mengajarkan bahasa-bahasa tersebut. Namun, jumlah orang yang memiliki pemahaman mendalam tentang tata bahasa daerah masih terbatas.
Usulan Solusi
Salah satu solusi yang diusulkannya adalah mendirikan museum bahasa, di mana orang dapat belajar dan mendengarkan percakapan dalam bahasa daerah. Selain itu, kita juga dapat memanfaatkan etnosains untuk memperkaya pengetahuan mengenai bahasa-bahasa ini.
Direktur Kajian dan Inovasi Akademik UGM dan Produser Film dokumenter Senja Kala Bahasa Enggano, Dr. Agr.Sc. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut, M.Si, IPU, menjelaskan mereka memproduksi film dokumenter karena saat ini ada banyak cara untuk menyampaikan pesan penting kepada masyarakat, salah satunya adalah melalui media audiovisual. Video dokumenter, khususnya, sangat relevan, terutama bagi generasi muda yang lebih menyukai konten visual.
“Dari sudut pandang ini, film dokumenter tentang bahasa Enggano bukan hanya berfungsi sebagai sarana untuk mengedukasi, tetapi juga sebagai alat untuk memperjuangkan pelestarian budaya dan bahasa yang tengah terancam punah,” katanya.
Selain itu, pemilihan bahasa Enggano disebabkan oleh kerja sama Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk mengeksplorasi berbagai aspek yang ada di pulau Enggano.
Melalui kolaborasi ini, pulau Enggano berfungsi sebagai laboratorium lapangan bagi UGM, yang memungkinkan berbagai penelitian dan program pengabdian masyarakat dilaksanakan di sana.
“Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN), mahasiswa UGM juga terlibat dalam penggalian informasi dan pemahaman tentang kondisi budaya dan bahasa di pulau tersebut,” tandasnya.
Dalam film dokumenter Senja Kala Bahasa Enggano, digambarkan Bahasa Enggano berada dalam kondisi yang sangat kritis, dengan jumlah penuturnya terus berkurang. Hal ini diungkapkan oleh ketua suku, yang dikenal sebagai Papuki di Enggano.
BACA JUGA: Ketahui Profesi yang Terancam Punah Ini!
Ia mencatat orang tua di komunitas tersebut lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, sehingga anak-anak mereka jarang mendengar atau menggunakan bahasa Enggano, sehingga bahasa ini hampir punah.
(Virdiya/Usk)