BALI,TM.ID : Pemerintah Provinsi Bali, bersama pihak terkait seperti Kepolisian Daerah Bali, Bank Indonesia, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, akan memberlakukan tindakan tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan terhadap wisatawan mancanegara yang menggunakan kripto sebagai alat transaksi pembayaran di hotel, restoran, destinasi wisata, pusat perbelanjaan, dan tempat lain di Bali.
“Wisatawan mancanegara yang berperilaku tidak pantas, melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan izin visa, memakai kripto sebagai alat transaksi pembayaran, serta melanggar ketentuan lainnya akan ditindak dengan tegas,” kata Gubernur Bali Wayan Koster di Denpasar, Minggu (28/5/2023).
Koster menyatakan bahwa wisatawan mancanegara yang berperilaku tidak pantas, melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan izin visa, menggunakan kripto sebagai alat transaksi pembayaran, serta melanggar ketentuan lainnya, akan ditindak dengan tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan tegas tersebut dapat berupa deportasi, sanksi administratif, hukuman pidana, penutupan tempat usaha, dan sanksi keras lainnya.
Larangan penggunaan mata uang selain Rupiah sebagai alat transaksi pembayaran didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Menurut undang-undang ini, penggunaan mata uang selain Rupiah dan alat pembayaran lain dalam transaksi pembayaran dapat dipidana dengan kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp200 juta.
Selain itu, penggunaan mata uang asing tanpa izin dari Bank Indonesia juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Orang yang melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing tanpa izin dapat dipidana dengan penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun, serta denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp22 miliar.
Penggunaan Rupiah sebagai kewajiban dalam transaksi pembayaran juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelanggaran kewajiban ini dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, dan larangan ikut dalam lalu lintas pembayaran.
BACA JUGA: Pamerkan Alat Kelamin, WNA Denmark Ditangkap Imigrasi Bali
Kepala KPwBI Provinsi Bali, Trisno Nugroho, menekankan bahwa di Bali telah disediakan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) atau money changer dengan izin dari Bank Indonesia.
“Jadi sesungguhnya wisatawan bisa menukarkan uang Rupiah dengan aman pada KUPVA berizin. Uang Rupiah juga telah disiapkan di situ,” ujarnya.
Trisno juga menegaskan bahwa di Indonesia, penggunaan mata uang selain Rupiah sebagai alat transaksi pembayaran dilarang. Bank Indonesia telah memfasilitasi pecahan dan jumlah Rupiah yang ada di masyarakat. Namun, penggunaan kripto sebagai aset tetap diizinkan, dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengawasi perdagangan aset kripto seperti Indodax dan perusahaan lainnya.
Pihak Bank Indonesia, Kepolisian Daerah Bali, dan Pemerintah Provinsi Bali akan terus berkoordinasi dalam hal dugaan penggunaan kripto sebagai alat transaksi pembayaran di sejumlah tempat wisata di Bali. Mereka juga meminta partisipasi aktif masyarakat untuk melaporkan praktik transaksi pembayaran yang melanggar undang-undang.
(Budis)