BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Kiai Cholil Nafis mengatakan, Australia negara yg mengambil langkah cepat dalam melindungi generasi mudanya dari bahaya pengaruh medsos.
“Padahal negara itu libral dibanding dengan negara Indonesia. Saya pikir, sudah saatnya Indonesia membatasi penggunaaan media sosial untuk anak remaja dan yang di bawah umur,” kata Cholil mengutip akun Instagram pribadinya.
Cholil menambahkan, Bahkan di tempat tertentu penggunaan medsos diatur demi produktifitas kerja.
Menurutnya, Pusat Dakwah Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) MUI menyelenggarakan seminar yang membahas soal regulasi penggunaan media sosial yang aman dan produktif. Hadir di acara tersebut Komisionaer KPAI RI, Kawiyan, Dirjend Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komdigi RI, Molly Prabawaty, dan Kiai Cholil Nafis sebagai Ketua MUI
“Tentang prinsip interaksi dan komunikasi via media sosial yang disebut dengan Fikih Medsos,” katanya.
Lebih lanjut Cholil menjelakan, prinsip dasar tentang informasi (fiqhu asas al-Akhbar). Ini pemahaman dasar tentang berita yang wataknya adalah kemungkinan berita itu benar dan kemungkinan salah. Juga sifatnya informasi itu baik atau berita buruk.
“Prinsip sumber berita (fiqhu mashadirul akhbar). Yaitu memahami betul validitas informasi sehingaa selalu melalui proses validasi dan verifikasi (tabayyun) dari setiap informasi yang diterima. Banyak cara untuk tabayyun seperti memastikan sumber beritanya dari orang atau lembaga terpercaya atau menggunakan aplikasi kroscek berita,” kata Cholil.
BACA JUGA: Komdigi Blokir Akun Media Sosial Kelas Kakap dan 2 Situs Judi Online
Ia Menyebutkan, prinsip memperlakukan berita (fuqhu al-ta’mul bi al-akhbar). Yaitu menyikapi berita dan memperlakukan informasi. Tak semua berita yang benar itu baik apalagi berita hoax. Maka penerima berita harus mampu memilih dan memilah informasi yang baik dan berfaedah untuk menjadi pijakan atau disebarkan.
“Intenya, era banjirnya informasi ini perlu ada filter agar berita itu menjadi kebaikan dan terhindar dari malapetaka. Ada dua model saringan yang efekti dalam memperlakukan berita, yaitu diri penerima berita yang pintar dan bijak, dan regulasi yang mengatur terhadap serapan dan penyebaran informasi,”. pungkas Cholil.
(Usk)