BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Dalam pertunjukan wayang, prosesi ngaruat, ngaruwat, atau ruwatan seringkali menjadi bagian tak terpisahkan.
Hal ini merupakan salah satu upaya masyarakat Sunda masa lalu untuk mengantisipasi atau menolak malapetaka dengan melaksanakan upacara ngaruwat.
Upacara ini umumnya mempertunjukkan cerita Batara Kala melalui pertunjukan wayang golek. Namun di beberapa tempat juga dilakukan melalui seni pertunjukan wayang pantun, pantun, dan beluk.
Upacara penolak bala atau malapetaka ini sebagai keharusan bagi orang-orang yang sukerta, yaitu orang yang wajib menjalani ruwatan berdasarkan status anak dalam keluarga dan mereka yang melakukan kesalahan dalam pekerjaan tertentu.
Cerita Batara Kala menjadi media utama dalam upacara ngaruwat dan khusus untuk acara tersebut.
Sebagai cerita ritual, terdapat banyak aturan dan persyaratan yang harus mematuhi terkait dengan perlakuan terhadap cerita Batara Kala. Baik selama pelaksanaan ngaruat maupun di luar acara tersebut.
Berbagai persyaratan berupa sesaji dan non-sesaji, termasuk berbagai jenis bahan makanan, hingga pakaian dan perlengkapannya, harus ada selama upacara.
BACA JUGA : Penyebutan Kuasa Imajiner dalam Jangjawokan Budaya Sunda
Nilai-nilai etika dan kearifan yang menjadi pedoman masyarakat Sunda pada masa lalu terwujud dalam rangkaian upacara ngaruat dan perlengkapannya.
Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari seni pertunjukan wayang, tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya dan spiritualitas masyarakat Sunda dalam menjaga keseimbangan dan keselamatan dalam kehidupan sehari-hari.
(Hafidah Rismayanti/Aak)