BANDUNG, SUAR MAHASISWA AWARDS — Di era digital seperti sekarang, teknologi terus berkembang dan menghadirkan berbagai inovasi luar biasa. Salah satu yang paling sering dibicarakan adalah Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatanl teknologi yang memungkinkan mesin belajar, berpikir, dan mengambil keputusan seperti manusia.
Tanpa kita sadari, AI sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Saat kamu membuka Google Maps, menonton video yang direkomendasikan YouTube, chatting dengan chatbot toko online, hingga bermain filter wajah di media sosial semua itu melibatkan AI.
Teknologi ini menawarkan banyak manfaat. Dalam dunia kesehatan, AI bisa membantu dokter mendiagnosis penyakit secara cepat. Di dunia pendidikan, AI bisa menyesuaikan materi pembelajaran dengan kebutuhan siswa. Bahkan dalam bisnis, AI mempercepat pekerjaan dan meningkatkan efisiensi.
Namun, meskipun memberi banyak kemudahan, AI juga memunculkan tantangan. Salah satunya adalah penggantian tenaga kerja manusia. Semakin banyak pekerjaan yang bisa dilakukan oleh mesin. Selain itu, ada potensi penyalahgunaan AI, seperti menyebarkan hoaks secara otomatis, pelanggaran privasi, dan penggunaan deepfake yang bisa menyesatkan.
“Jadi, apakah AI berbahaya?”
Sebenarnya, bukan teknologinya yang berbahaya, tapi cara kita menggunakannya. AI hanyalah alat. Jika dipakai dengan bijak dan sesuai etika, AI bisa membantu menyelesaikan banyak masalah. Tapi jika digunakan tanpa tanggung jawab, dampaknya bisa merugikan.
Karena itu, penting bagi kita khususnya generasi muda untuk tidak hanya menggunakan teknologi, tapi juga memahami bagaimana AI bekerja dan bagaimana mengendalikannya. Kita harus siap menghadapi masa depan, bukan hanya sebagai pengguna, tapi juga sebagai inovator yang berpikir kritis dan etis.
AI boleh semakin pintar, tapi manusia tetap harus jadi pemegang kendali. Dengan wawasan dan sikap yang bijak, kita bisa menjadikan AI sebagai alat bantu untuk membangun masa depan yang lebih baik bukan sebagai ancaman yang mengkhawatirkan.
(Devina Maura Wulandari/Universita Indonesia Membangun)