BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kota Bandung menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan ketahanan pangan, sehingga perlu membangun sistem pangan berkelanjutan yang menjamin ketersediaan pangan bergizi, memperhatikan kearifan lokal, dan mengurangi food loss serta food waste.
Ketahanan pangan bukan lagi urusan para petani semata. Namun, di tengah ancaman krisis pangan global, generasi muda kini diharapkan mengambil peran penting dalam menjaga ketersediaan pangan, mulai dari pola konsumsi hingga produksi berkelanjutan.
Subkoordinator Pembinaan Sumber Daya Pemuda dan Pendidikan Karakter Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bandung, Iwan Sopha, menyebut pelibatan pemuda dalam isu pangan adalah langkah baru namun penting.
Baca Juga:
Disdagin Kota Bandung Akui Harga Kepokmas Stabil di Pasaran Kota Bandung
PKK Kota Bandung Siap Bersinergi dengan Pemkot Bandung Wujudkan 750 KBS
“Biasanya pemuda aktif di isu lingkungan, fotografi, atau hukum. Tapi pangan? Ini yang pertama. Kita ingin mereka sadar bahwa mereka juga bisa berperan di bidang ini,” kata Iwan Sopha Kamis, (24/4/2025).
Kegiatan tersebut merupakan lanjutan dari program SPANGTAM Dinas Pertanian tahun lalu, namun kini difokuskan pada pendekatan kepemudaan.
Iwan pun menjelaskan kegiatan ini digelar sebagai langkah antisipatif menyambut Lumbung Pangan Dunia 2045 dan bonus demografi Indonesia.
“Kalau kita yang tua sudah enggak sampai ke 2045, maka anak muda harus kita siapkan dari sekarang. Ini soal kepedulian dan peran aktif mereka terhadap isu pangan, karena dunia pun sedang menghadapi ancaman krisis pangan,” ucapnya.
Selain itu, kata Iwan, kegiatan tersebut tidak hanya diisi dengan edukasi, tetapi juga lokakarya interaktif yang memberikan pengetahuan praktis tentang sistem pangan dan cara berkontribusi di dalamnya, meskipun tanpa lahan pertanian. Menurutnya, keterbatasan lahan di Kota Bandung bukan penghalang.
“Kita ambil contoh Singapura. Mereka enggak punya lahan, tapi tetap mandiri pangan lewat teknik urban farming. Yang penting itu tekad dan ilmunya,” ujarnya.
Senada dengan Iwan, Hari dari komunitas Sinergantara mengungkapkan isu pangan adalah isu semua orang.
“Kota Bandung 96 persen dipasok dari luar. Kita ingin anak muda menjadi aktor yang sadar bahwa pangan bukan cuma soal makan, tapi sistem. Mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi berkelanjutan,” ujarnya.
Hari juga menekankan pentingnya anak muda sebagai change maker untuk mengubah pola konsumsi dan membangun relasi antara pemuda kota dan pemuda desa.
“Petani muda di desa enggak bisa hidup tanpa konsumen muda di kota. Sebaliknya, pemuda kota enggak bisa makan tanpa petani muda. Kita ingin membangun kesadaran bahwa mereka saling bergantung,” katanya
Dirinya pun menambahkan kegiatan tersebut bagian dari program global Urban Future, yang saat ini dijalankan di Kota Bandung, dengan tiga fokus utama yakni pemuda, sistem pangan berkelanjutan, dan perubahan iklim.
Selain itu, menurutnya, sistem pangan di Kota Bandung sendiri sudah memiliki komponen lengkap, dari pelaku UMKM pangan, restoran, kafe, hingga gerakan urban farming.
Namun kesadaran untuk melihatnya sebagai satu kesatuan sistem yang saling terhubung masih perlu diperkuat.
“Yang kita lakukan sekarang adalah menghubungkan titik-titik itu menjadi satu sistem ekosistem pangan yang sadar, lestari, dan inklusif,” pungkasnya.
Pihaknya pun berharap, bisa menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa peran pemuda dalam pangan bukan sekadar tren, melainkan tanggung jawab masa depan Indonesia. (Kyy/Usk)