BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Krisis kesuburan yang semakin memburuk membuat populasi Korea Selatan (Korsel) menyusut drastis. Hal demikian menciptakan ancaman nyata bagi stabilitas sosial dan ekonomi negara ini.
Saat ini Korsel harus menghadapai tantangan besar yang mengancam masa depannya, meskipun Korea Selatan terkenal sebagai salah satu simbol modernisasi dan kemajuan ekonomi.
Angka Kelahiran Terendah Sepanjang Sejarah
Angka kelahiran di Korsel telah mencapai rekor terendah, memicu kekhawatiran bahwa populasi negara ini dapat berkurang hingga sepertiga dari jumlah saat ini pada akhir abad ini.
Saat ini, Korea Selatan memiliki populasi sekitar 52 juta jiwa, tetapi prediksi menunjukkan angka ini bisa merosot menjadi hanya 17 juta jiwa.
Bahkan, beberapa laporan memperkirakan penurunan populasi hingga 70 persen, meninggalkan hanya sekitar 14 juta orang di negara ini.
Faktor Utama Penyebab Krisis
Krisis ini memiliki akar yang kompleks, melibatkan tekanan sosial-ekonomi dan ketegangan gender. Salah satu pemicu awal adalah kebijakan keluarga berencana yang diterapkan pada 1960-an.
Pada masa itu, pemerintah Korea Selatan khawatir pertumbuhan populasi akan melampaui kemampuan ekonomi negara.
Dengan pendapatan per kapita hanya 20 persen dari rata-rata global dan tingkat kesuburan mencapai 6 anak per wanita, pemerintah mengambil langkah tegas untuk menurunkan angka kelahiran.
Upaya tersebut berhasil. Pada 1983, angka kelahiran Korea Selatan menyamai tingkat penggantian sebesar 2,1 anak per wanita.
Namun, sejak itu, angka kelahiran terus menurun tajam. Krisis ini diperburuk oleh perubahan pola pikir masyarakat dan tekanan terhadap peran tradisional dalam keluarga.
Wanita dan Karier
Banyak perempuan Korea Selatan, terutama di perkotaan, kini lebih fokus pada karier daripada memulai berkeluarga. Jajak pendapat pemerintah tahun 2023 menunjukkan bahwa “perjuangan menjadi orang tua” menjadi hambatan utama bagi banyak perempuan dalam menyeimbangkan karier dan kehidupan keluarga.
Peningkatan pendidikan dan peluang karier membuat semakin banyak wanita menunda pernikahan atau bahkan memutuskan untuk tidak menikah sama sekali.
Bahkan, survei tahun 2024 mengungkapkan bahwa sepertiga perempuan tidak ingin menikah, dengan 93 persen di antaranya menyebutkan beban pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak sebagai alasan utama.
Selain itu, penerimaan masyarakat terhadap konsep orang tua tunggal perlahan meningkat, dari 22 persen pada dekade lalu menjadi 35 persen. Meski demikian, hanya 2,5 persen anak-anak yang lahir di luar pernikahan, menunjukkan perubahan sikap yang masih terbatas dalam masyarakat.
Ketimpangan Gender dalam Rumah Tangga
Ketidakseimbangan tanggung jawab dalam rumah tangga juga menjadi isu signifikan. Berdasarkan data, 92 persen perempuan Korea Selatan masih memikul tanggung jawab pekerjaan rumah tangga pada hari kerja, dibandingkan hanya 61 persen laki-laki.
Ketimpangan ini memicu kekecewaan terhadap peran pernikahan tradisional, yang semakin memperburuk keengganan untuk menikah.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Penurunan angka kelahiran di Korea Selatan bukan sekadar angka statistik, tetapi mencerminkan ketegangan budaya dan ketimpangan gender yang mendalam. Krisis ini juga membawa dampak serius terhadap perekonomian.
Populasi yang menua dan menyusut akan memberikan tekanan besar pada sistem pensiun dan perawatan kesehatan, sementara jumlah tenaga kerja produktif terus berkurang.
Mencari Solusi untuk Masa Depan
Korea Selatan kini menghadapi tantangan berat untuk membalikkan tren ini. Upaya ini untuk menciptakan keseimbangan antara karier dan keluarga, memperbaiki ketimpangan gender, dan mengubah pandangan masyarakat tentang pernikahan dan pengasuhan anak.
Jalan ini tidak mudah, tetapi langkah ini sangat penting untuk menjaga stabilitas sosial dan ekonomi negara di masa depan.
BACA JUGA: Kimchi Makanan Khas Korea Selatan Terancam Punah? Ini Penyebabnya
Korea Selatan menghadapi masa depan yang tidak pasti. Namun, dengan kebijakan yang tepat dan upaya kolektif, Korea Selatan masih memiliki peluang untuk mengatasi krisis kesuburan dan menciptakan masa depan yang lebih baik.
(Virdiya/Aak)