BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis ikut menyoroti kontroversi ucapan Gus Miftah yang menghina penjual es teh dengan sebutan “goblok” dalam sebuah kajian. Melalui unggahannya di Instagram, Cholil Nafis menegaskan bahwa penjual es teh sedang mencari rezeki halal, sama seperti Gus Miftah yang mencari rezeki melalui dakwah.
“Orang jualan teh itu sedang mencari rezeki dengan kasab yang halal. Tentu sesuai dengan kapasitas masing-masing orang mencari rezeki,” tulis Cholil Nafis pada unggahannya, Rabu (4/12/2024).
Cholil Nafis menilai sikap Gus Miftah yang melontarkan kata-kata kasar kepada penjual es teh tersebut tidak pantas dalam acara pengajian.
“Yang (ngustadz) kaya begitu jangan ditiru ya dek..goblok-goblok orang jualan itu tanda tak belajar etika. Apalagi di depan umum saat pengajian Astaghfirullah,” ujarnya.
Meskipun Gus Miftah menyampaikan ucapannya sambil bercanda, Cholil Nafis beranggapan kata-kata tersebut tidak seharusnya ada dari seorang pemuka agama sekaligus pejabat publik di bidang keagamaan.
“Ya meskipun sambil ketawa mungkin bercanda, ucapan itu tak baik dikatakan, apalagi di depan publik oleh penceramah dan pejabat publik. Perlu kematangan diri sang penceramah dalam menanggapi sesuatu sehingga tidak kontra produktif,” ujarnya.
Cholil Nafis menekankan bahwa seorang pemuka agama sekaligus pejabat publik di bidang keagamaan sudah pasti menjadi teladan bagi banyak orang.
BACA JUGA : Sederet Kontroversi Gus Miftah Sejak Dilantik Jadi Utusan Khusus Presiden
“Orang-orang berharap kepada penceramah apalagi merangkap penjabat untuk mendapat keteladanan. Itu tukang jual sedang berkasab mencari rezeki yang halal sesuai kemampuannya,” lanjutnya.
Ketua MUI tersebut menegaskan bahwa sudah seharusnya seorang pemuka agama dan pejabat publik memberikan contoh yang baik.
“Yang seperti itu jangan ditiru yadeekk..astaghfirullah,” ujarnya.
Kritik Cholil Nafis terhadap ucapan Gus Miftah ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan mengenai pentingnya etika dan tanggung jawab bagi tokoh agama dan pejabat publik.
(Hafidah Rismayanti/Usk)