BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Dunia bulu tangkis India tengah menghadapi periode krisis. Setelah satu dekade terakhir tampil sebagai kekuatan baru yang menantang dominasi negara-negara tradisional seperti Tiongkok, Jepang, dan Malaysia, performa India dalam dua tahun terakhir justru menurun tajam.
Sejumlah pihak menilai akar masalah bukan hanya terletak pada hasil pertandingan, tetapi juga pada kegagalan sistem pembinaan dan regenerasi pemain.
Dalam rentang waktu 2012 hingga 2022, India mencatat sejumlah pencapaian bersejarah, termasuk medali Olimpiade oleh Saina Nehwal dan PV Sindhu, serta kemenangan di Piala Thomas 2022 dan medali emas ganda putra di Asian Games 2023. Namun kini, situasinya jauh berbeda.
Pada musim 2025, India tidak memiliki satu pun wakil di babak semifinal All England. Di Piala Sudirman April lalu, tim India tersingkir di babak grup setelah kalah telak 1-4 dari Denmark dan Indonesia. Dominasi yang pernah dimiliki perlahan memudar.
Kondisi ini semakin diperparah dengan minimnya regenerasi yang solid. Setelah era Saina dan Sindhu, belum ada pemain tunggal putri yang mampu menembus level elit dunia.
Beberapa nama seperti Malvika Bansod, Aakarshi Kashyap, Unnati Hooda, dan Tanvi Patri masih belum menunjukkan konsistensi di panggung internasional.
Di sektor putra, meski Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty dan Lakshya Sen masih menjadi andalan, keduanya pun kini mengalami penurunan performa. Satwik/Chirag belum mencapai satu pun final dari enam turnamen yang mereka ikuti tahun ini, sementara Lakshya masih kesulitan menembus level Super 750 atau Super 1000.
Asosiasi Bulu Tangkis India (BAI) mengakui adanya tantangan yang sedang dihadapi. Sekretaris BAI, Sanjay Mishra, menyebut bahwa cedera dan transisi generasi menjadi faktor utama di balik kemunduran prestasi.
“Performa kami memang mengalami kemunduran, sebagian besar karena cedera pemain kunci. Namun kami juga menyadari bahwa transisi ke generasi berikutnya membutuhkan waktu,” ujar Mishra kepada Times of India.
BAI telah meluncurkan rencana tahunan senilai Rs 9,75 crore untuk memperbaiki ekosistem bulu tangkis nasional, termasuk perekrutan pelatih asing dan penguatan pusat pelatihan nasional. Meski begitu, pengamat menilai akar masalah lebih dalam dari sekadar pendanaan.
Baca Juga:
Gagal Penuhi Target, PBSI Evaluasi Pemain
Kurangnya pelatih bersertifikat dan tidak adanya sistem pelatihan berjenjang disebut sebagai penyebab utama stagnasi. Para ahli menilai, India perlu memiliki struktur pelatihan yang terbagi dalam tiga kategori: pelatih pencari bakat, pelatih pembinaan usia dini, dan pelatih prestasi tinggi.
“Tanpa sistem pelatih yang kuat, sulit membayangkan munculnya generasi baru sehebat Saina dan Sindhu,” ujar seorang sumber dari federasi.
Meski banyak talenta muda bermunculan, kurangnya pembinaan yang konsisten, sistem kompetisi yang tidak merata, dan tidak adanya pemetaan karier jangka panjang membuat pemain-pemain muda India kesulitan bersaing di level dunia.
BAI sendiri menyatakan optimisme terhadap masa depan.
“Kami terus fokus mengembangkan kelompok pemain junior dan meningkatkan kualitas kompetisi domestik. Seiring waktu, kami yakin bisa kembali bersaing di level global,” tutup Mishra.
Namun, jika langkah-langkah pembenahan tidak segera dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, India berisiko kehilangan momentum emas yang telah dibangun selama satu dekade terakhir.
(Budis)