JAKARTA,TM.ID: Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait penempatan perwira TNI aktif dalam sejumlah jabatan sipil di kementerian dan lembaga.
Hal itu dikatakan Jokowi setelah penetapan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah itu, semuanya, karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi,” kata Presiden Jokowi di Jakarta, melansir Antara, Senin (31/7/2023).
Keputusan Presiden Jokowi untuk mengevaluasi penempatan perwira TNI aktif dalam jabatan sipil merupakan langkah penting dalam mencegah benturan kepentingan. Penempatan perwira TNI aktif di lembaga pemerintahan telah menjadi topik kontroversial dalam beberapa tahun terakhir karena berbagai kasus yang menyulut polemik.
Terkait hal ini, pemerintah perlu memastikan bahwa penempatan perwira TNI aktif dalam jabatan sipil dilakukan berdasarkan kompetensi dan kualifikasi yang sesuai. Evaluasi menyeluruh akan membantu mengoptimalkan fungsi dan mencegah terjadinya tumpang tindih tugas dan tanggung jawab antara dua institusi.
Untuk diketahui, Rabu (26/7/2023), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA), sebagai tersangka kasus suap.
Dalam kasus ini, HA diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari beberapa proyek pengadaan barang di Basarnas dalam rentang waktu 2021 hingga 2023. Selain HA, ada satu tersangka lain yang juga merupakan perwira TNI aktif, yaitu Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Di samping itu, dari pihak sipil, tersangkanya adalah Komisaris Utama PT. Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati) Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Namun pada Jumat (28/7/2023), Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengakui anak buahnya melakukan kesalahan dan kekhilafan dalam penetapan tersangka terhadap anggota TNI.
BACA JUGA: Polemik Korupsi Basarnas, DPR: Jangan Seperti Kasus Helikopter AW-101!
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebetulnya mengatur bahwa jabatan sipil hanya dapat diduduki prajurit yang sudah pensiun atau mundur. Hal itu termaktub dalam Pasal 47 ayat (1).
Namun, pada ayat (2), UU TNI mengatur ada sejumlah jabatan sipil yang diperbolehkan diisi prajurit aktif, yaitu Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kementerian Pertahanan (kemenhan), Sekretaris Militer Presiden, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas), Basarnas, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Mahkamah Agung.
Di samping itu, Pasal 47 ayat (3) UU TNI menegaskan bahwa prajurit yang duduk di beberapa lembaga, termasuk Basarnas, harus tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan itu.
Persoalan muncul karena Pasal 42 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK menegaskan bahwa KPK “Berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum”.
Sedangkan Pasal 65 ayat (2) UU TNI juga menegaskan bahwa prajurit hanya tunduk kepada kekuasaan peradilan militer “dalam hal pelanggaran hukum pidana militer”.
Terlebih dalam pembahasan internal perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Mabes TNI mengajukan usulan agar prajurit aktif dapat lebih banyak menduduki jabatan di kementerian/lembaga.
Di usulan revisi UU TNI, prajurit aktif TNI bisa duduk di 18 kementerian lembaga, ditambah kementerian lain yang membutuhkan dengan alasan kehadiran prajurit aktif itu akan memberikan kontribusi yang membuat kinerja kementerian dan lembaga lebih baik.
Terdapat tambahan 8 kementerian dan lembaga negara yang diusulkan untuk membolehkan prajurit aktif berdinas di kementerian/lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit TNI sesuai kebijakan Presiden yaitu Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) Kemendagri, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kejaksaan Agung (Kejagung).
(Budis)