Site icon Teropong Media

JK: 4 Pulau Milik Sumut Masuk Aceh Sesuai UU 24/1956

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (bing)

BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, mengingatkan status empat pulau di Provinsi Aceh yang kini menjadi sengketa antara Aceh dengan Sumatera Utara telah tertuang dalam UU Nomor 24 Tahun 1956 Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara.

Selain di UU Nomor 24 Tahun 1956, status empat pulau tersebut tertuang dalam perjanjian Helsinki yang disepakati antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia yang diteken pada 15 Agustus 2005.

“Mengenai perbatasan itu, ada di Pasal 114, mungkin bab 1, ayat 1, titik 4, yang berbunyi ‘Perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956,” sebut JK di kediamannya di Jakarta Selatan seperti dikutip Teropongmedia.

“Jadi, pembicaraan atau kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ. Apa itu tahun 1956? Di undang tahun 1956, ada Undang-Undang tentang Aceh dan Sumatera Utara [yang dibuat] oleh Presiden Soekarno,” lanjutnya.

Menurut dia, berdasarkan sejarah pula, keempat pulau tersebut masuk dalam Kabupaten Aceh Singkil, Aceh. JK pun mewajarkan letak keempat pulau itu yang berada di dekat Sumatera Utara.

Baca Juga:

Polemik 4 Pulau Aceh jadi Milik Sumut, Isu Potensi Migas?

Polemik 4 Pulau Aceh Jadi Milik Sumut, Begini Penjelasannya

Ia mencontohkan, ada pulau yang masuk kawasan administrasi Sulawesi Selatan, tetapi berada di dekat Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, pulau tersebut tidak termasuk dalam NTT.

“Bahwa letaknya dekat Sumatera Utara, itu biasa. Contohnya, di Sulawesi Selatan, ada pulau yang dekat NTT, tapi tetap Sulawesi Selatan, walaupun dekat juga NTT. Itu biasa,” tuturnya.

Sementara itu, JK menyebutkan, perjanjian antara Pemerintah Pusat dengan GAM pada 2005 tidak menginginkan adanya pemekaran kawasan layaknya Papua. Jika ada pemekaran kawasan, Aceh saat itu dinilai bakal terpecah kembali.

“Apa kepentingan di Aceh? Ingin agar jangan ada katakanlah pemekaran kayak di Papua, Karena kalau ada pemekaran lagi di Aceh maka terpecah Aceh. Timbul lagi masalah baru. Jadi, pemerintah setuju,” kata dia.

Kronologis Perebutan Kepemilikan 4 Pulau

Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah, Safrizal Zakaria Ali, menjelaskan kronologi perebutan kepemilikan status empat pulau oleh Aceh dan Sumatera Utara. Empat pulau tersebut adalah Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang yang menurut Kementerian Dalam Negeri masuk ke dalam administrasi Sumatera Utara.

Safrizal menjelaskan bahwa permasalahan perebutan status wilayah empat pulau sudah dimulai sejak 2008. Safrizal menjelaskan bahwa di 2008 jumlah pulau yang masuk ke dalam provinsi Sumatera Utara sebanyak 213 dan 4 pulau tersebut diklaim dalam jumlah itu. Sedangkan Provinsi Aceh sebanyak 260 pulau dan mengklaim bahwa 4 pulau tersebut termasuk milik mereka.

Menyikapi hal itu Pemerintah melalui Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi kemudian melakukan identifikasi dan mendapati bahwa empat pulau tersebut tidak termasuk dalam 260 pulau milik Aceh.

“Tim Nasional Pembakuan Rupabumi kemudian memberifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau,” kata Safrizal dalam konferensi pers di Komplek Kementerian Dalam Negeri, Rabu (11/6/2025).

Hasil Verifikasi

Usai diverifikasi oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, Gubernur Aceh melalui Surat Nomor 125/63033, 4 November 2009, mengajukan perubahan nama empat pulau yaitu Pulau Mangkir Besar yang semula bernama Pulau Rangit Besar, Pulau Mangkir Kecil yang semula bernama Pulau Rangit Kecil, Pulau Lipan yang semula bernama Pulau Malelo dan Pulau Panjang.

Safrizal menjelaskan akibat perubahan nama tersebut yang serupa dengan empat nama yang masuk dalam wilayah Sumatera Utara mengakibatkan masyarakat salah persepsi. Dia menjelaskan bahwa masyarakat. Hal itu dikarenakan, dalam pengajuan perubahan nama, Pemprov Aceh menggunakan koordinat dari empat pulau yang masuk dalam daerah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Kemudian oleh Pemprov Aceh di 2017 dilakukan verifikasi ulang dan memindahkan koordinat empat pulau miliknya ke dalam Pulau Panjang di Kabupaten Aceh Singkil. Oleh karenanya, Safrizal menegaskan bahwa empat pulau yang dipermasalahkan bukanlah di Kabupaten Aceh Singkil namun yang berada dekat Kabupaten Tapanuli Tengah.

Proses Revisi

Setelah proses revisi, pada 2020, Kementerian Dalam Negeri mengadakan sejumlah rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pushidrosal TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, dan sepakat bahwa empat pulau tersebut masuk ke dalam Provinsi Sumatera Utara. Dari hasil koordinasi, kemudian diterbitkan Permendagri Nomor 58 Tahun 2021 yang menetapkan bahwa empat pulau menjadi bagian dari Sumatera Utara.

Pada 13 Februari 2022, Kementerian Dalam Negeri mempertemukan antara Pemprov Aceh dan Sumatera Utara untuk mensosialisasikan Permendagri yang baru tersebut. Namun dalam pertemuan kedua provinsi, tidak ada kesepakatan mengenai ketentuan wilayah empat pulau.

Meski demikian, pada 14 Februari 2022, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengeluarkan putusan Kepmendagri No.050-145 Tahun 2022 yang memasukkan empat pulau sebagai cakupan dari Kabupaten Tapanuli Tengah sesuai dengan data Gazeter R.I Tahun 2020 yang diterbikan Badan Informasi Geospasial (BIG). (_usamah kustiawan)

Exit mobile version