BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Delapan tahun berlalu sejak remaja bernama Jelena Ostapenko mengejutkan dunia tenis dengan menjuarai French Open 2017.
Kini, di usia 27 tahun dan duduk di peringkat 21 dunia, petenis asal Latvia itu kembali ke Paris dengan satu misi, membuktikan bahwa ia bukan kisah satu musim.
Sikap percaya dirinya tetap utuh. Bahkan, mungkin lebih tajam dari sebelumnya.
“Seperti yang saya katakan, jangan remehkan saya,” tegas Ostapenko.
“Orang-orang melakukannya, lalu kamu masuk ke lapangan, mengalahkan petenis top, dan mereka mulai berpikir ulang,” lanjutnya.
Kemenangan terbarunya di Stuttgart adalah peringatan keras bagi rival-rivalnya. Dalam turnamen clay-court prestisius itu, ia menumbangkan dua petenis terbaik dunia, yaikni Iga Swiatek dan Aryna Sabalenka.
Ostapenko bahkan mencetak rekor sebagai petenis pertama sejak Serena Williams (Madrid 2012) yang mengalahkan dua petenis top-2 dunia dalam satu gelaran clay-court.
Namun, bagi Ostapenko, comeback ini bukan hanya soal statistik. Ini tentang rekonsiliasi dengan diri sendiri. Ia mengaku sempat terjebak dalam perfeksionisme yang merugikan mentalnya.
“Dulu, saya sangat keras pada diri sendiri. Jika saya kehilangan satu poin, saya bisa marah dan kecewa berlebihan. Tapi sekarang, saya lebih ramah kepada diri sendiri, dan itu membuat perbedaan besar,” ungkapnya.
Baca Juga:
Jasmine Paolini Jadi Petenis Italia Pertama Juara di Roma Sejak 1985
French Open memiliki makna emosional bagi Ostapenko. Di tahun 2017, saat masih berperingkat 47 dunia dan baru tampil dua kali di Paris, ia menembus final dan mengalahkan Simona Halep.
Itu adalah kisah ajaib yang sulit diulang, dan selama bertahun-tahun, tekanan untuk mengulanginya malah menjadi beban.
“Kadang rasanya ingin menyerah. Perjalanan yang terus-menerus, jet lag, lelah fisik dan mental. Tapi saya selalu mencoba mengingat siapa saya dan apa yang sudah saya raih,” katanya.
Kini, Ostapenko lebih fokus pada proses daripada angka di papan peringkat.
“Bukan soal ranking. Yang penting adalah pekerjaan yang saya lakukan setiap hari. Ketika semua elemen itu menyatu, hasil akan datang,” ujarnya.
Dengan kemenangan-kemenangan besar baru-baru ini, kedewasaan emosional, dan rasa percaya diri yang tak luntur, Ostapenko kembali ke Roland Garros bukan sebagai kuda hitam, tetapi sebagai ancaman nyata.
(Budis)