BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) membentuk tim khusus (timsus) untuk melakukan razia terhadap pesantren ilegal.
Langkah ini diambil menyusul maraknya praktik pesantren palsu yang dinilai merusak citra lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyatakan, pihaknya akan segera bergerak melakukan penertiban.
“Banyak pesantren palsu, dan terbanyak di Jawa Barat. Saya akan razia itu sebentar lagi,” tegas Cak Imin usai menghadiri International Conference on The Transformation of Pesantren (ICTP) di Tanah Abang, Jakarta, Selasa (24/6/2025) malam, seperti dilansir Antara.
Ia menegaskan, razia akan difokuskan pada pesantren ilegal, terutama di Jabar, yang kerap menimbulkan pemberitaan negatif serta mengeksploitasi santri.
“Saya dan teman-teman akan melakukan penyadaran, razia untuk mengingatkan karena kita tidak boleh diam melihat terjadinya penyelewengan,” ujarnya.
Sebagai menteri, Muhaimin menyatakan akan menggunakan kewenangannya untuk menertibkan pesantren yang tidak memenuhi aturan.
Namun, ia juga meminta dukungan dari Kementerian Agama, pemerintah daerah, dan aparat keamanan untuk mencegah berkembangnya pesantren ilegal.
“Saya berharap semua pihak turut meregistrasi, meninjau ulang, dan mendeteksi pesantren palsu yang mengeksploitasi kemiskinan atas nama agama,” tegasnya.
Dalam ICTP itu, Cak Imin menyoroti tiga dosa besar yang tidak boleh ada di pesantren, yaitu bullying (perundungan), kekerasan seksual, dan intoleransi.
Sementara KH. Ma’ruf Amin menegaskan bahwa pesantren harus transformatif dan inovatif, menjaga tradisi yang baik sekaligus terbuka pada pembaruan demi kemajuan umat.
BACA JUGA
Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan: Tokoh Sentral Pengembangan Pesantren di Tatar Sunda
20 Santriwati di Majalaya Diduga Jadi Korban Pelecehan Pimpinan Pondok Pesantren
Pentingnya Izin Operasional Pesantren
Pesantren berizin wajib memenuhi standar pemerintah, seperti memiliki pengasuh bersertifikasi, minimal 15 santri mukim, asrama, masjid, dan kurikulum terstruktur.
Sementara pesantren ilegal tidak terdaftar, sehingga sulit diawasi dan berpotensi menimbulkan masalah hukum serta kualitas pendidikan yang buruk.
Mengutip laman Kemenag Sulteng, Ihsan, S.Ag, M.Pd.I., ahli pendidikan pesantren, menjelaskan bahwa izin operasional menjadi jaminan pemenuhan standar nasional.
“Pesantren berizin mendapat pengawasan dan bantuan pemerintah, sementara yang ilegal rentan terhadap pelanggaran,” ujarnya.
Pemerintah juga mendorong akreditasi pesantren setiap lima tahun untuk memastikan kualitas pendidikan.
Namun, tantangan utama adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilih pesantren yang legal. Sosialisasi terus digencarkan agar orang tua lebih selektif demi masa depan anak-anak mereka.
Dengan penertiban ini, pemerintah berharap citra pesantren sebagai lembaga pembentuk karakter generasi muda tetap terjaga.
(Aak)