BANDUNG,TM.ID: Kubu Paslon 02 Prabowo Gibran meragukan kapasitas tiga ahli hukum tata negara yang muncul di film dokumenter Dirty Vote.
Kemunculan film dokumenter Dirty Vote telah mengguncang masa tenang Pemilu 2024 yang akan berlangsung pada 14 Februari nanti.
Lalu, siapakah ketiga narasumber yang secara panjang lebar mengkritisi penyelenggaraan Pemilu 2024 itu? Mereka adalah Bivitri Susanti, Zaenal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari, yang ketiganya adalah akademisi untuk keilmuan hukum tata negara.
Mereka membongkar indikasi kecurangan politik oleh pihak penguasa demi kejayaan kekuasaannya pada periode pemerintahan 2024-2029 nanti.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sang anak sulung Gibran Rakabuming Raka menjadi sasaran tembak dalam pembahasan soal kecurangan politik di film Dirty Vote yang dirilis pada Minggu (11/2/2024) tersebut.
Sontak saja, 2 jam setelah film itu dirilis, Tim Kampanye Nasional (TKN) Capres-Cawapres 02 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, menggelar jumpa pers di Jakarta, menyampaikan reaksi kerasnya atas perilisan film yang diunggah di platform YouTube tersebut.
Habiburokhman, selaku Wakil Ketua TKN Prabowo Gibran menegaskan bahwa Dirty Vote hanyalah film yang berisi fitnah.
Habib juga mempertanyakan kapasitas serta kebenaran dari paparan dari ketiga ahli hukum tersebut, serta meragukan kecurangan yang diarahkan ke Prabowo-Gibran.
“Sebagian besar yang disampaikan film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah,” ujar Habiburokhman, seperti dilansir Antara.
“Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film tersebut dan saya kok merasa sepertinya ada tendensi, keinginan untuk mendegradasi pemilu ini dengan narasi yang sangat tidak berdasar,” sambungnya.
BACA JUGA: Best Quote dalam Film Dirty Vote: Lihat Statemen Bivitri Susanti
Identitas 3 Ahli Hukum Tata Negara film Dirty Vote
Dihimpun dari berbagai sumber, berikut identitas dan asal muasal tiga ahli hukum tata negara tersebut.
1. Bivitri Susanti
Dalam film dokumenter berdurasi 1 jam 57 menit 21 detik itu tidak dijelaskan latar belakang Bivitri termasuk dua narasumber lainnya secara detail. Di sana hanya dinarasikan ketiganya sebagai ahli hukum tata negara.
Namun setelah ditelusuri, Bivitri Susanti ternyata adalah seorang dosen di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.
Ia pernah menjadi menjadi research fellow di Harvard Kennedy School of Government pada 2013-2014, visiting fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance pada 2016, dan visiting professor di University of Tokyo, Jepang pada 2018.
Bivitri adalah penerima Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara pada 2018.
Bivitri Susanti memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1999. Pada Juli 1998, bersama beberapa senior dan rekannya, ia mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
Bivitri kemudian melanjutkan pendidikannya dan meraih gelar Master of Laws di Universitas Warwick, Inggris, pada 2002, dengan predikat “with distinction”, dengan beasiswa The British Chevening Award.
Kemudian ia melanjutkan studi ke jenjang doktoral di University of Washington School of Law, Amerika Serikat, yang saat ini masih dalam tahap penyelesaian.
Bivitri dikenal aktif dalam kegiatan pembaruan hukum melalui perumusan konsep dan langkah-langkah konkrit pembaruan, serta dalam mempengaruhi langsung penentu kebijakan.
Beberapa kegiatan tersebut di antaranya terlibat dalam Koalisi Konstitusi Baru (1999-2002), penulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan (2005—2007), Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah (2007—2009), dan advokasi berbagai undang-undang.
Bivitri juga aktif dalam berbagai upaya pembaruan hukum melalui partisipasinya dalam penyusunan berbagai undang-undang dan kebijakan, serta bekerja sebagai konsultan untuk berbagai organisasi internasional.
Pendidikan
1. Sarjana Hukum (S.H.) – Universitas Indonesia (1999)
2. Master of Laws (LL.M) – University of Warwick, Inggris (2002)
2. Zaenal Arifin Mochtar
Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M. adalah dosen, akademikus, dan pakar Hukum Tata Negara Indonesia. Dia juga seorang aktivis yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan di Kementerian Keuangan RI.
Zainal Arifin Mochtar saat ini menjabat sebagai Ketua Departemen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) serta Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (PUKAT) FH UGM.
Zainal dikenal sebagai sosok akademisi yang bersikap kritis terhadap pemerintah terutama dalam hal korupsi dan oligarki.
Pendidikan
1. S1, Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada, 1997-2003
2. S2, Master of Law, Northwestern University AS, 2004-2006
3. S3, Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada, 2007-2012
3. Feri Amsari
Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M. adalah seorang pakar hukum tata negara, aktivis hukum, dosen, dan akademikus di Fakultas Hukum Universitas Andalas, dan mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Feri Amsari cukup aktif menulis tentang hukum, politik, dan kenegaraan di berbagai media cetak, baik lokal maupun nasional.
Pendidikan
1. Sarjana Hukum S1 Program Kekhususan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas
2. Magister Hukum Universitas Andalas
3. Lex Legibus Magister (LL.M) dari
William & Mary Law School, Amerika Serikat.
Demikian identitas tiga tokoh akademikus yang tampil dalam film dokumenter Dirty Vote.
(Aak)