BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Jabodetabek mengalami banjir besar pada awal Maret 2025, yang bertepatan dengan bulan Ramadhan 1446 Hijriah.
Hujan deras yang mengguyur tanpa henti menyebabkan sungai-sungai utama, seperti Kali Ciliwung, Kali Angke, dan Kali Pesanggrahan, meluap, sehingga mengakibatkan banjir parah di berbagai wilayah.
Dampak banjir sangat luas. Ratusan wilayah terendam air dengan ketinggian mencapai 1-2 meter di beberapa daerah. Ribuan warga harus dievakuasi ke tempat pengungsian, sementara akses transportasi dan aktivitas harian menjadi lumpuh. Puasa Ramadhan yang seharusnya dijalani dengan khusyuk menjadi tantangan bagi para korban banjir.
Kendala Puasa Ramadan Saat Banjir
Bencana banjir yang terjadi selama bulan Ramadhan memberikan dampak yang besar terhadap pelaksanaan ibadah puasa. Berikut beberapa kendala yang korban banjir hadapi dalam menjalankan puasa:
1. Kesulitan Menjalankan Sahur dan Berbuka
Banyak warga yang terdampak banjir kehilangan akses terhadap makanan yang layak. Dapur umum di posko pengungsian menyediakan makanan, namun jumlahnya terbatas dan sering kali tidak mencukupi. Beberapa korban bahkan hanya dapat berbuka dan sahur dengan makanan seadanya.
2. Masjid Terendam dan Untuk Pengungsian
Banyak masjid yang terendam air atau dialihfungsikan sebagai tempat pengungsian, sehingga pelaksanaan shalat tarawih dan tadarus Al-Qur’an terganggu. Beberapa warga harus beribadah di tenda-tenda darurat dengan kondisi yang tidak nyaman.
3. Kesehatan dan Kondisi Fisik Korban Banjir
Kondisi di pengungsian sering kali kurang higienis, dengan keterbatasan air bersih dan fasilitas sanitasi. Hal ini berisiko menyebabkan berbagai penyakit, seperti diare, demam, dan infeksi kulit, yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk tetap menjalankan ibadah puasa.
Bagaimana Hukum Puasa Ramadan Saat Banjir?
Dalam ajaran Islam, Allah SWT memberikan keringanan (rukhsah) bagi umat yang berada dalam kondisi darurat, termasuk saat terjadi bencana alam seperti banjir.
1. Boleh Tidak Puasa bagi yang Mengalami Kesulitan
Berdasarkan pandangan Persyarikatan Muhammadiyah, korban bencana yang kesulitan berpuasa memiliki hukum yang sama dengan orang sakit atau musafir. Artinya, mereka boleh tidak berpuasa dan menggantinya di lain waktu.
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain…” (QS. Al-Baqarah: 185)
Korban banjir yang kesulitan mendapatkan makanan, mengalami kelelahan fisik ekstrem, atau berada dalam kondisi yang mengancam keselamatan jiwa boleh untuk meninggalkan puasa. Namun, mereka wajib mengqadha puasa setelah kondisi kembali normal.
2. Keringanan bagi Relawan dan Tim Penanggulangan Banjir
Bagi relawan, petugas SAR, dan tenaga kesehatan yang bekerja keras membantu evakuasi korban banjir, mereka juga boleh tidak berpuasa jika dikhawatirkan puasa akan menghambat tugas mereka. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang tidak membebani umatnya dengan kesulitan yang berlebihan.
BACA JUGA:
Warga di 7 Kecamatan Kabupaten Bandung Berpuasa Ditengah Banjir
Kisah Nabi Nuh AS Sebagai Orang Pertama yang Berpuasa Saat Ramadan
3. Qadha Puasa bagi Korban Banjir
Setelah kondisi membaik, korban banjir wajib untuk mengganti puasa (qadha) sesuai jumlah hari yang ditinggalkan. Namun, jika seseorang tetap tidak mampu menjalankan puasa dalam waktu lama, mereka dapat membayar fidyah sebagai gantinya.
(Kaje/Usk)