JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, mengungkap adanya dugaan permainan dalam rantai distribusi beras oleh para distributor menengah atau middle-man menjadi penyebab utama harga beras tetap tinggi, meskipun stok cadangan nasional melimpah.
Amran mengaku heran dengan kondisi pasar yang menunjukkan penurunan harga di tingkat grosir dan penggilingan, namun justru terjadi kenaikan di tingkat eceran.
“Harga grosir turun, tapi di hilir naikkan sedikit. Ngerti nggak apa maksudnya? Kalau [harga] di petani turun, di grosir turun, di tingkat eceran [naik], menurun ada apa?” kata Amran kepada wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Ia pun secara terbuka membenarkan bahwa ada permainan harga yang terjadi di tingkat distribusi. “[Ada permainan?]. Ah itu jawabannya. [Tidak apa-apa], tulis saja,” tegasnya.
Potong Rantai Distribusi Lewat Koperasi Desa
Menanggapi persoalan tersebut, kata Amran, pemerintah tengah berupaya memperbaiki sistem distribusi pangan melalui program Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes). Program ini dirancang untuk memutus rantai distribusi beras yang selama ini panjang dan rawan disusupi spekulan harga.
“Dulu, rantai pasok bisa sampai delapan titik. Ke depan, itu kita potong jadi tiga: dari produsen, ke koperasi, lalu ke masyarakat,” kata Amran.
Ia menegaskan, keberadaan middle-man inilah yang sering kali menjadi celah terjadinya permainan harga. Dengan memperpendek jalur distribusi, diharapkan harga beras bisa lebih stabil dan terjangkau di pasaran.
Harga Beras Naik di Semua Tingkatan
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa harga beras mengalami kenaikan di semua level termasuk penggilingan, grosir, dan eceran selama periode Januari hingga April 2025, jika dibandingkan secara tahunan (year-on-year).
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini menjelaskan, harga beras di penggilingan naik sebesar 2,37% (yoy), meskipun secara bulanan (month-to-month) turun tipis 0,01%. Untuk beras kualitas premium, tercatat penurunan harga 3,05% secara bulanan namun hanya naik 0,01% secara tahunan. Sementara itu, beras medium naik 0,17% (mtm) dan 4,18% (yoy).
“Di tingkat grosir, harga naik 0,05% (mtm) dan 2,07% (yoy). Sedangkan di tingkat eceran, inflasi tercatat 0,2% (mtm) dan 2,46% secara tahunan,” papar Pudji dalam konferensi pers, Senin (2/6).
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa ketidakwajaran harga bukan berasal dari sisi produksi atau stok, melainkan pada distribusi.
Baca Juga:
HRD Sebut 90 Persen Job Fair Bekasi Ternyata Cuma Formalitas!
Cadangan Beras Pecahkan Rekor Sejak 1969
Ironisnya, lonjakan harga terjadi di tengah laporan rekor cadangan beras dalam negeri yang mencapai titik tertinggi sejak 1969. Kementerian Pertanian menyebut bahwa Cadangan Beras Pemerintah (CBP) per akhir Mei 2025 telah mencapai 4 juta ton.
“Alhamdulillah sejarah baru ditorehkan,” tulis Presiden Prabowo Subianto dalam unggahannya di Instagram resmi.
Peningkatan cadangan ini disebut sebagai hasil kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan petani, yang berfokus pada peningkatan produksi dan penyerapan hasil panen.
Namun, tanpa pembenahan di sisi distribusi, melimpahnya stok dinilai belum mampu menekan harga di tingkat konsumen. Oleh karena itu, implementasi Kopdes Merah Putih menjadi langkah krusial untuk memastikan akses masyarakat terhadap bahan pangan pokok dengan harga wajar.
(Dist)