BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Hubungan antara Trump dan Harvard memang telah memanas dalam beberapa bulan terakhir. Pemerintah menuding Harvard terlalu liberal dan toleran terhadap pelecehan anti-Yahudi, serta gagal memenuhi tuntutan konservatif. Sebagai balasan, pemerintahan Trump telah memotong lebih dari US$ 2,6 miliar dana hibah riset, menghentikan kontrak federal, dan mengancam akan mencabut status bebas pajak universitas tersebut.
Pada April 2025, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem menuntut agar Harvard menyerahkan data aktivitas mahasiswa asing yang dianggap berbahaya atau melanggar hukum. Meski Harvard mengeklaim telah memenuhi permintaan itu, Noem menilai tanggapannya tidak memadai dan pada 22 Mei 2025 mencabut sertifikasi Harvard dalam program mahasiswa dan pengunjung pertukaran.
Harvard menegaskan bahwa kebijakan tersebut mengancam reputasi internasional universitas dan merugikan kemampuannya bersaing dalam merekrut mahasiswa terbaik dari seluruh dunia. “Tanpa mahasiswa internasionalnya, Harvard bukanlah Harvard,” tulis pihak kampus dalam gugatannya.
Baca Juga:
Kisah Inspiratif Perjalanan Muhamad Yani, Lelah di Jalan, Bangkit di Harvard!
Wujudkan Impian Kuliah di Harvard University dengan 3 Beasiswa Ini
Program pascasarjana yang banyak merekrut mahasiswa dari luar negeri juga terancam terganggu. Beberapa universitas luar negeri, termasuk dua di Hong Kong, dikabarkan telah menawarkan tempat bagi mahasiswa Harvard yang terdampak.
Presiden Harvard Alan Garber menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil langkah tegas untuk memerangi antisemitisme. Namun ia menegaskan, Harvard tidak akan menyimpang dari prinsip-prinsip inti yang dijamin secara hukum, meskipun menghadapi tekanan dari pemerintah federal
Hakim Federal Amerika Memblokir Upaya Pemerintah Trump
Hakim federal Amerika Serikat pada Jumat (20/6/2025) memblokir upaya pemerintahan Trump yang bertujuan mencegah Universitas Harvard menerima mahasiswa asing.
Putusan ini menandai kemenangan hukum penting bagi universitas bergengsi tersebut di tengah eskalasi perseteruan dengan Gedung Putih.
Hakim Distrik AS Allison Burroughs di Boston mengeluarkan perintah yang memungkinkan Harvard tetap menerima mahasiswa asing selama proses hukum masih berlangsung.
Harvard Gugat Departemen Keamanan Dalam Negeri AS
Harvard sebelumnya menggugat Departemen Keamanan Dalam Negeri AS pada Mei 2025 lalu setelah pemerintah mencabut sertifikasi yang memungkinkan universitas menerbitkan dokumen visa bagi mahasiswa internasional.
Tindakan tersebut berpotensi memaksa sekitar 7.000 mahasiswa asing Harvard atau sekitar seperempat dari total pendaftar, untuk meninggalkan Amerika Serikat atau berisiko melanggar hukum imigrasi. Selain itu, mahasiswa internasional baru juga akan dilarang datang ke Harvard.
Pihak universitas menyebut pencabutan izin itu sebagai langkah balasan yang melanggar hukum, menyusul penolakan Harvard terhadap tuntutan Gedung Putih untuk mengubah kebijakan kampus terkait protes, penerimaan mahasiswa, perekrutan staf, serta isu-isu lainnya. Hakim Burroughs menghentikan langkah itu hanya beberapa jam setelah gugatan diajukan.
Tak lama kemudian, pada awal Juni, Presiden Donald Trump kembali mencoba memblokir mahasiswa asing untuk masuk ke AS dan menempuh pendidikan di Harvard, meski dengan justifikasi hukum yang berbeda. Namun, upaya ini kembali digagalkan oleh keputusan sementara dari Hakim Burroughs.
Konflik Hukum Membuat Resah Mahasiswa
Konflik hukum yang berlangsung ini membuat resah para mahasiswa saat ini dan calon mahasiswa di seluruh dunia. Mereka menanti kepastian apakah masih bisa melanjutkan studi di universitas tertua dan terkaya di Amerika tersebut.
Dalam dokumen pengadilan, pihak Harvard menyatakan bahwa kebijakan pemerintah telah menciptakan ketakutan, kecemasan, dan kebingungan yang mendalam. Menurut Direktur Layanan Imigrasi Harvard Maureen Martin, banyak mahasiswa asing telah mengajukan permohonan untuk pindah ke universitas lain. (_usamah kustiawan)