JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Salah satu negara ASEAN, Malaysia mencatat dinamika menarik pada industri otomotif dalam tahun 2024. Negeri Jiran itu mencuri perhatian dengan lonjakan penjualan kendaraan yang signifikan, hingga berhasil melampaui Thailand hingga bertengker di posisi kedua.
Selama tahun itu, seluruh penjualan mobil di Malaysia mencapai angka 765.000 unit, mengungguli Thailand yang mencatat 750.000 unit.
Angka itu mendekati posisi Indonesia dengan 850.000 unit kendaraan terjual. Capaian Malaysia ini menandai pertumbuhan yang agresif dan konsisten sejak pandemi, memperlihatkan efektivitas berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah mereka.
“Kami bertanya-tanya, bagaimana Malaysia dengan penduduk 30 jutaan bisa menjual mobil sebanyak itu? Dari informasi yang kami dapat dari rekan di sana, mereka tetap mempertahankan kebijakan insentif sejak pandemi belum dicabut,” kata Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara di Jakarta, dikutip Selasa (20/05/2025).
Hal itu tak lepas dari kebijakan insentif otomotif yang terus berlanjut bahkan setelah masa pandemi. Pemerintah Malaysia tetap mempertahankan dukungan terhadap industri otomotif, termasuk dalam bentuk insentif pajak dan kemudahan kepemilikan kendaraan, yang terbukti ampuh menjaga stabilitas penjualan.
Sebaliknya, Indonesia menghadapi tantangan tersendiri. Biaya pajak kepemilikan kendaraan yang tinggi menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk pelaku industri otomotif. Pajak tahunan kendaraan dinilai terlalu memberatkan konsumen dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia.
BACA JUGA:
Penjualan Mobil Merosot 2025, Gaikindo: Dunia Tidak Baik-baik Saja!
WMoto Swiftbee vs Honda Scoopy, Skutik Malaysia atau Jepang?
Sebagai gambaran, kendaraan jenis MPV yang populer di Indonesia seperti Toyota Avanza dikenakan pajak tahunan sekitar Rp6 juta, sementara di Malaysia untuk model serupa hanya dikenakan pajak tahunan di bawah Rp1 juta.
Perbedaan ini dinilai menjadi salah satu hambatan besar dalam mendorong pertumbuhan penjualan kendaraan domestik.
Pelaku industri menilai bahwa saat ini sudah saatnya pemerintah Indonesia mengevaluasi struktur perpajakan otomotif, termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Banyak mobil di kisaran harga Rp300–400 juta, yang sebelumnya dianggap barang mewah, kini justru menjadi alat utama bagi masyarakat untuk mencari nafkah dan menunjang aktivitas harian.
Mobil sudah menjadi bagian dari kebutuhan pokok transportasi masyarakat urban, sebagaimana barang-barang elektronik rumah tangga yang dulunya dianggap mewah kini telah menjadi kebutuhan umum. Oleh karena itu, pendekatan kebijakan fiskal terhadap otomotif dinilai perlu disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi masa kini.
(Saepul)