BANDUNG,TM.ID: Pengamat hubungan internasional, Teuku Rezasyah menilai, solusi yang dikemukakan ketiga Calon Presiden (Capres) 2024 dalam mengatasi konflik di Laut China Selatan kurang mendalam dan tidak komprehensif.
Diketahui, dalam debat ketiga topik pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri, pada Minggu (07/01/2023).
Dari Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo memberikan solusi untuk mengatasi konflik tersebut dengan mendorong kesepakatan sementara, menekankan posisi Indonesia, dan mengoptimalkan peran aparat untuk berpatroli.
BACA JUGA: Manfaat Debat Capres-Cawapres Tingkatkan Kesadaran Politik Pemilih Muda
Menurut Capres nomor urut 1, Anies Baswedan melihat, konflik Laut China Selatan seharusnya dapat diselesaikan melalui kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN.
Sedangkan dari Capres nomor urut 2 menilai, perlunya memperkuat pertahanan Indonesia dan memanfaatkan sejumlah platform untuk berpatroli.
“Kesepakatan sementara (yang ditawarkan Ganjar) seperti apa? Apakah meningkatkan level kerja sama militer di dalam ASEAN atau untuk sementara waktu mengizinkan kerja sama baru dengan luar ASEAN? Ini kan harus jelas,” kata Rezasyah melansir Antara, Senin (08/01/2024).
Ia juga menilai, solusi yang dikemukakan oleh Anies tidak dijelaskan lebih lanjut, bagaimana blok Asia Tenggara dapat diperkuat dengan cara kerja sama pertahanannya.
Untuk diketahui, Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM) dan pertemuan para kepala staf pertahanan negara-negara anggota ASEAN, telah membahas berbagai isu pertahanan, termasuk keamanan maritim.
“Kemudian, Pak Prabowo soal perkuatan TNI itu kan harus disetujui oleh parlemen, harus ada analisis kebutuhan,” kata Rezasyah.
Laut China Selatan masih menjadi peta panas konflik di kawasan Asia Tenggara. Konflik itu telah memantik ketegangan diplomatik dan militer antara china dengan negara-negara tetangganya, bahkan Amerika Serikat ikut terlibat.
Hingga saat ini, China mengaku memiliki hampir seluruh perairan di Laut China Selatan. Sedangkan negara ASEAN seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Filipina mengklaim teritorial di perairan itu.
(Saepul/Usk)