BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Pilkada serentak se Nusantara yang digelar 27 November 2024 lalu sudah usai. Seperti biasa, ada yang menang, ada yang kalah, ada yang merasa sudah menang padahal pengumuman resmi baru akan dilakukan 15 Desember 2024 nanti.
Memang sudah ada beberapa paslon yang secara jantan mengakui kemenangan paslon mantan kompetitornya. Tak perlu kita sebut satu persatu.
Kejutan demi kejutan terus menghiasi laporan lembaga survei. Pasangan yang sekian lama mendominasi survei namun ternyata kalah dalam hitungan sementara hampir semua lembaga survei.
Mengapa terjadi ketidaksesuaian antara parpol dan figur besar yang selalu memenangi pilkada di sebuah daerah namun tersungkur di hitungan sementara?
Apakah ada yang menduga dua parpol kawakan PDIP dan Golkar dengan tokoh populer Airin di Banten bisa dikalahkan?
Mari kita coba mengurai sekelumit pertunjukan pesta demokrasi bernama pilkada serentak 2024 ini.
BACA JUGA: Kekalahan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta Bukti Warga Punya Tingkat Pendidikan Politik yang Tinggi
SIRKUS DAN SULAP PARTAI POLITIK
Saya sengaja menamakan kata sirkus dan sulap bagi parpol dalam kontestasi ini. Ada dua alasan mendasar.
Pertama, sirkus adalah pertunjukan seni pentas yang penuh resiko dan membuat jantung penonton berdebar debar. Bagaimana tidak, tiba tiba seorang pemain sirkus bisa satu kandang dengan seekor singa jantan ganas yang nurut dan patuh pada sang pawangnya.
Benar benar memicu adrenalin seperti kita saksikan kisah 1 malam Airin dibuang dan kembali dalam pelukan Golkar di pentas seperti sirkus itu. Golkar dan PDIP sungguh membuat jantung kita berdebar. Sayangnya, tidak berakhir manis…Airin terindikasi kuat, kalah. Cukup 1 contoh ini saja, terkait adrenalin.
Kedua, seperti sirkus yang membuat penontonnya nikmat menyaksilan tipu muslihat dalam trik sang pemain sirkus. Bagaimana mungkin kelenturan berakrobatik para pemain sirkus dan sulap membuat penontonnya terpana dan tidak percaya. Apakah anda percaya seorang pesulap bisa memenggal leher seorang di panggung sulap hanya dengan trik tipumuslihat pencahayaan..memang sangat mengerikan namun tepuk tangan riuh rendah ketika kepala dan tubuhnya tersambung seperti sediakala.
Yang saya maksudkan adalah dalam sulap itu penuh trik dan tipu muslihat seni. Lalu apa hubungannya dengan sulap parpol dalam pentas pilkada 2024 lalu. Saya kasih satu contoh. Masih ingatkah tokoh sekaliber Anies Baswedan eks capres 2024 yang sudah dicalonkan PKS untuk pilgub DKJ,tiba tiba dibatalkan seenaknya tanpa tedeng aling-aling. Dari perspektif etika dan moral politik, kasus ini tak masuk dalam level logika dan hati nurani pimpinan PKS. Mereka ingin seperti pesulap yang bisa ikut gerbong parpol KIM memenangkan Ridwan Kamil.
Sulap pimpinan PKS di DKJ gagal total dan bahkan merembet ke berbagai jantung dan basis PKS.
Anies Baswedan yang sudah berjasa menaikan elektabilitas PKS di pileg dan pilpres lalu menjadi alasan pemilihnya menghukum PKS. Bahkan presiden PKS dan putra presiden BJ Habibie, Ilham Habibie tak berdaya ditinggal pemilih PKS dalam Pilgub Jabar 27 November lalu. Sulap pimpinan PKS ke KIM plus berakhir tragis. Tidak apa apa. Politik itu dinamis dan punya jalannya sendiri.
Dua pentas sirkus dan sulap parpol yang dinarasikan di atas adalah kenyataan. Bukan mimpi.
Ini mestinya jadi cambuk maha penting bagi Pak Prabowo agar mengelola parpol KIM plusnya ekstra hati-hati. Jangan sampai muncul para pemain sirkus dan sulap dari KIM Plus yang kontra produktif bagi rencana besar dan mulia pak Presiden Prabowo.
Sayang banget, jika panggung demokrasi kita sepi penonton. Dan kalaupun ada, mereka hanyalah penonton yang dibayar bukan penonton yang mau rela dan tulus ingin menyaksikan pentas tentang kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Mari kita dukung presiden Prabowo agar sejak awal mendahulukan meritokrasi bukan oligarki yang pelan tapi pasti akan kelihatan, mana emas, mana perak dan mana perunggu.
Kedengarannya seperti terlalu puitis namun ada pesan tersembunyi bagi pemerintahan baru hasil pilkada serentak ini.
Hindari pentas sirkus dan sulap parpol yang membuat pemilihnya jera dan tak akan pernah kembali.[@]
Penulis: Justino Djogo, MA.MBA
Direktur Eksekutif Forum Dialog Nusantara
(Aak)